Minggu, 13 Maret 2011

BAB XXIII Perjanjian Hudaibiyah


            Ketahuilah, wahai saudaraku, setelah pasukan umat Islam mengalahkan kafir Quraisy dan beberapa sekutunya. Juga, setelah kaum munafik dikalahkan baik tentara mereka maupun berita bohong yang telah disebarkan pada penduduk Makkah. Atau tepatnya pada tahun ke enam setelah hijrah. Kafir Quraisy tidak mampu lagi mengadakan perlawanan setelah perang Khandaq atau al Ahzab. Oleh karena itu, Madinah dibawah pimpinan Rasulullah SAW hidup damai, tentram dan menyenangkan. Negerapun menjadi maju dan berkembang pesat.
            Namun, apakah setelah ketenangan dan kedamaian sudah dapat diraih, penduduk Madinah atau khsusunya umat Islam meninggalkan shalat, puasa dan menyembah pada Allah SWT? Sungguh, hal itu tidak pernah dilakukan oleh mereka, meskipun sudah dapat merasakan ketenangan. Mengapa? Karena target utama dalam ajaran Islam adalah, menjadikan suatu tempat atau negara dalam keadaan damai dan tentram, tidak ada peperangan dan perkelahian, tidak ada yang terbunuh maupun membunuh, tidak ada yang membicarakan aib orang lain dan sebagainya. Nah, itulah target terbesar dalam ajaran Islam.
            Untuk dapat mewujudkan perdamaian dan ketenganan, maka Rasulullah SAW membuat strategi jitu. Yaitu, beliau mengumpulkan sahabatnya dan memberikan dua pilihan pada mereka,” Wahai sahabatku, manakah yang kalian pilih, berperang lagi dengan suku Quraisy, ataukah berdamai dengan mereka. Sungguh, aku menghendaki untuk berdamai.” Keinginan sahabat tidak jauh berbeda dengan Rasulullah SAW, yaitu memilih jalur perdamaian, meskipun mereka telah mengalami apa yang dilakukan suku Quraisy padanya; mengambil rumah dan harta mereka. Namun, mereka ingat, Islam bukanlah agama yang mengajarkan iri hati, dengki dan balas dendam. Karena Islam adalah agama bagi siapa saja yang menghendaki perdamaian dan ketenangan. 
            Allah SWT yang mengetahui rencana kekasih-Nya dan umatnya pun memberi kabar pada Rasulullah SAW. Kabar itu datang melalui mimpi, dimana Allah SWT memberikan isyarat dan ditafsirkan oleh Rasulullah SAW bahwa kafir Quraisy tidak akan mau menerima perdamaian, mereka akan memilih jalur perjanjian. Untuk melakukan itu, Rasulullah SAW dengan ditemani oleh beberapa sahabatnya memutuskan untuk berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah umrah.
            Wahai saudaraku, tidakah engkau mengharapkan pertolongan Allah? Maka ikutilah peraturan-Nya dan rasul-Nya. Dengan bersikap dan berperilaku sebagaimana yang diajarkan dalam al Quran. Niscaya Allah SWT akan selalu menjaga dan melindungi mu. Jika belum mentaati Allah san rasul-Nya, segeralah untuk melakukannya sebelum masa hidupmu di dunia sudah habis.
            Lalu, bagaimana dari sikap kafir Quraisy yang mengetahui bahwa Rasulullah SAW dan para sahabatnya hendak melakukan umrah? Mereka menolak dan tidak menghendaki umat Islam memasuki kota Makkah, walau untuk menunaikan ibadah umrah. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Quraisy adalah sebuah suku yang sangat disegani, selain mereka menjadi pemimpin suku-suku yang ada di jazirah Arabia. Juga, sangat keras dan patuh dengan agama nenek moyangnya. Meskipun demikian, mereka tidak dapat mencegah Rasulullah SAW dan sahabatnya  untuk menunaikan umrah. Mengapa? karena jika suku Quraisy menahan dan mencegah Rasulullah, maka nama besar mereka akan tercoreng. Akibat melarang Rasulullah SAW dan para sahabatnya untuk beribadah. Untuk itu, ada tiga macam sikap yang ada dalam benak kafir Quraisy. Diantaranya;
1.      Apabila mereka melarang Rasulullah SAW dan para sahabatnya untuk menunaikan ibadah umrah. Maka mereka akan kehilangan predikatnya sebagai pemimpin suku yang ada di jazirah Arabia. Namun, jika mengadakan perlawanan, mereka masih belum siap. Kedua sikap ini tentunya sangat menguntungkan umat Islam
2.      Membiarkan umat Islam memasuki kota Makkah dan menunaikan ibadah umrah. Lalu, kafir Quraisy akan mengatakan pada suku lain dibawah pimpinannya,” bahwa telah terjadi perselisihan diantara mereka, sehingga terjadi peperangan.” Keputusan inipun akan menguntungkan Rasulullah SAW dan sahabatnya
3.      Menolak umat Islam memasuki kota Makkah. Namun, sebelum melakukan hal itu akan dibuat sebuah perjanjian antara mereka dengan Rasulullah SAW. keputusan ini juga sangat menguntungkan umat Islam
            Tahukah engkau, wahai saudaraku, kapan Rasulullah SAW pergi ke tanah Makkah untuk menunaikan ibadah umrah? Beliau dan para sahabatnya berangkat pada bulan Haram, dimana bulan itu diharamkan terjadinya peperangan diantara suku. Dan itu sudah menjadi kesepakan bersama. Sebelum berangkat, Rasulullah SAW meluruskan kembali niat umat Islam, agar keberangkatan itu semata-mata untuk memberikan petunjuk dan menetapkan hati mereka. Kedatangan umat Islam pada bulan Haram untuk menunjukkan pada seluruh suku yang ada di jazirah Arabia khususnya kafir Quraisy, bahwa mereka datang bukan untuk berperang.
            Kaum muhajirin yang ikut serta bersama Rasulullah SAW berjumlah 1400 orang, seluruhnya sangat merindukan Makkah, kota kelahiran dan tempat nenek moyang mereka. Namun, dibalik kerindungan yang luar biasa, karena telah enam tahun lamanya mereka tidak pernah mengunjungi kota Makkah. Mereka tidak lupa akan tugasnya sebagai pembawa risalah.
            Lalu, bagaimana dengan pihak kaifr Quraisy? Mereka telah bersumpah, tidak akan membiarkan umat Islam memasuki kota Makkah. Untuk itu, mereka mengutus pasukan berkuda yang berjumlah 200 orang dibawah pimpinan Khalid bin Walid. Kafir Quraisy menugaskan pasukan ini untuk memporak porandakan pasukan umat Islam. mengapa mereka melakukan hal itu, padahal itu adalah bulan haram? Karena sumpah dan kebencian terhadap umat Islam, mereka akan melakukan apa saja, meskipun harus melanggar perjanjian. Juga, dengan di utusnya 200 orang pasukan berkuda ini, akan tersebar bahwa pasukan Rasulullah SAW lah yang telah memulai peperangan, bukan kafir Quraisy.
            Ternyata rencana ini diketahui oleh Rasulullah SAW. Beliau mengetahui berita ini dari dua orang telik sandinya yang bernama Sa’id dan Thalhah, bahwa Khalid bin Walid telah menunggu beliau dan pasukannya di perbatasan Makkah dan Madinah. Dan pasukan yang dibawanya sebanyak 200 orang. Juga, mereka telah bersumpah tidak akan memberikan kesempatan umat Islam dapat memasuki kota Makkah.
            Seperti biasanya, ketika hendak memutuskan sesuatu beliau selalu berunding dengan para sahabatnya. Nah, hal inipun dilakukan beliau setelah mendengarkan penuturan dua orang telik sandinya. Beliau berdiri dan berkata,” Wahai sahabatku, berilah pandangan padaku.” Baru saja beliau selesai mengatakan hal itu, Abu Bakar berkata,” Wahai Rasulullah, kami keluar dari Madinah menuju Makkah untuk menunaikan ibadah umrah. Jika mereka (kafir Quraisy) menghalangi perjalanan  kami, maka kami akan melawannya sehingga tujuan kami dapat tercapai, yaitu, menunaikan ibadah umrah.”
            Selesainya Abu Bakar, Rasulullah SAW bersabda,” Wahai sahabatku, siapakah diantara kalian yang dapat memilih jalan lain menuju Makkah, agar kita tidak bertemu dengan pasukan Khalid bin Walid?” Mendengar hal itu, salah seorang sahabat berkata,” Saya, wahai Rasulullah SAW, akan tetapi jalan yang akan kita tempuh sangat berbahaya dan sulit untuk dilalui.” Untuk menghindari peperangan, umat Islam pun menggunakan jalan yang lain untuk mencapai kota Makkah.
            Perjalananpun dimulai, ketika Rasulullah SAW sampai pada daerah yang diberi nama dengan Hudaibiyah, tiba-tiba unta al Qaswha yang ditungganginya berlutut dengan keempat kakinya. Ia melakukan itu karena kecapean sehabis melakukan perjalanan jauh. Para sahabat yang melihatnya segera berkata,” Marilah kita istirahatkan dahulu unta-unta ini.” Perkataan sahabat ini ditimpali oleh Rasulullah SAW,” Wahai sahabatku, unta ini tidak pernah berhenti tanpa sebab, karena itu bukan tabiatnya. Sungguh yang menghentikan unta ini adalah dzat yang telah memberhentikan pasukan gajah (pasukan gajah yang hendak menghancurkan ka’bah dibawah pimpinan raja Namrud).” Untapun diistirahatkan oleh Rasulullah SAW dan seluruh sahabatnya. Lalu beliau meneruskan sabdanya,” Demi dzat yang menguasai diriku, jangan kalian tanyakan padaku perihal rencanaku membiarkan unta-unta ini, karena apa yang aku lakukan adalah hak unta-unta itu.”
            Para sahabatpun menambatkan unta dan membiarkannya disebuah tanah kosong. Setelah itu, Rasulullah SAW dan segenap umat Islam yang hendak menunaikan ibadah umrah, melanjutkan perjalan mereka sampai memasuki kota Makkah. Namun, baru sampai perbatasan perkampungan Hudaibiyah, para sahabat mengadu pada Rasulullah SAW bahwa mereka sedang kehausan. Padahal saat itu, sumur-sumur diperbatasan Hudaibiyah sudah pada kekeringan, tidak ada air untuk diminum kecuali sedikit saja. Mendengar hal itu, Rasulullah SAW melepaskan anak panah dari busurnya ke arah sumur itu, tidak lama kemudian, airpun mengalir dengan deras. Beliau memerintahkan para sahabat untuk meminum air darinya.
            Wahai saudaraku, sungguh Islam adalah agama yang memberikan kasih sayang, dan menghargai hak yang harus diberikan pada makhluk lain. Bukan hanya pada manusia, hewanpun memiliki hak yang harus engkau berikan. Kecuali hewan yang membahayakan seperti ular, tikus dan hewan lainnya. Nah, Rasulullah SAW telah memberikan contoh bagaimana beliau memberikan hak pada untanya. Juga, unta sahabat beliau.
            Ketahuilah, wahai saudaraku, banyak kalangan barat yang tidak mengakui kebenaran Rasulullah SAW. Namun, mereka terbentur dengan kejadian dan peristiwa yang terjadi saat perjalanan beliau. Ketika hendak menunaikan ibadah umrah, terlebih lagi itu adalah perjalanan pertama kali dalam kurun enam tahun menuju kota Makkah. Dimana banyak peristiwa yang sungguh menakjubkan, dan itu suatu bukti tentang kenabian Muhammad SAW. Dengan sebuah anak panah, airpun dapat mengalir keluar dari tanah, padahal saat itu di Khudaibiyah dalam keadaan kering. Juga, ketika beliau memutuskan untuk melalui jalan lain, karena menghindari peperangan antara pasukan beliau dengan 200 orang pasukan kafir Qurasiya dibawah pimpinan Khalid bin Walid.
            Rasulullah SAW rela menempuh perjalanan yang lebih jauh, agar tidak terjadi peperangan dengan suku Quraisy. Karena kedatangannya untuk berziarah ke batiullah. Dan itu adalah hak umat Islam, sebagaimana juga hak umat lainnya saat itu. Kafir Quraisy mengetahui kalau umat Islam melalui jalan lain menuju Makkah. Oleh karena itu, merekapun segera mengutus seorang utusan untuk melihat seberapa besar umat Islam yang menuju kota Makkah bersama Rasulullah SAW. Untuk apa mereka melakukan itu? Karena mereka hendak mencegah umat Islam memasuki kota Makkah, dan mereka akan mengadakan perlawanan. 
            Umat Islam yang memang sedari awal berangkat ke kota Makkah untuk menunaikan ibadah umrah.
            Untuk itu, Rasulullah SAW mengirim seorang sahabat, sebagai utusan Rasulullah SAW yang bernama Kharrasy bin Umaiyah. Ia berasal dari suku al Khaza’ah, dengan membawa seekor unta kecil dari Rasulullah SAW untuk diberikan pada suku Quraisy, sebagai tanda perdamaian. Keputusan untuk mengirim utusan, agar seluruh suku di jazirah Arabia mengetahui, bahwa umat Islam datang bukan untuk berperang. Setibanya, kafir Quraisy malah melukai unta kecil itu dan hendak membunuh Kharrasy bin Umaiyah. Namun suku al Ahabisy melarangnya, karena Kharrasy masih satu keturunan dengan suku al Ahabisy.
            Lalu, seorang lelaki dari suku al Khaza’ah yang bernama Badil bin Waraqa mendatangi Rasulullah SAW. Beliau bersabda,” Lelaki ini (dari suku al Khaza’ah) adalah orang yang sangat cerdas, terpelajar dan sangat dihargai.” Badil pun dapat berhadapan dengan Rasulullah SAW. Lalu, ia menjelaskan bahwa kafir Quriasy tidak akan pernah mengijikan umat Islam memasuki kota Makkah. Mendengar hal itu, Rasulullah SAW pun berpesan pada Badil untuk disampaikan pada kafir Quriasy, bahwa kedatangan umat Islam bukan untuk berperang. Juga, tidak akan membahayakan bagi suku Quraisy dan berperang akan memakan banyak korban,baik dari pihak umat Islam maupun kafir Quraisy.
            Untuk itu, sebaiknya kita buat saja perjanjian damai untuk sementara, sampai batas waktu tertentu, agar ada sebuah kejelasan antara kami dengan suku Quraisy. Karena kami hendak menunaikan ibadah umrah. Namun, jika mereka tidak mensikapinya, maka perang adalah jalan yang terbaik, meskipun korban akan banyak berjatuhan dari pihak mereka. Nah, itulah pesan Rasulullah SAW pada Badil bin Waraqa untuk disampaikan pada suku Quraisy.
            Setelah selesai, Badil kembali menuju Makkah dan langsung berhadap dengan pembesar suku Quraisy,” Wahai suku Quraisy, sungguh kalian telah mendahului Muhammad (karena menyiapkan pasukan untuk berperang), karena Muhammad tidak datang untuk mengajak perang, ia datang hanya untuk mengunjungi baitullah.” Mendengar hal itu, tentu saja suku Quraisy mencibir dan mengolok-olok seraya berkata,” Wahai Badil, apapun yang alasan yang dikatakannya, demi Tuhan, kami tidak akan membiarkan mereka memasuki kota Makkah dengan selamat, dan apa yang kami lakukan tidak akan menjadi perbincangan suku-suku yang ada.’
            Ketahuilah, wahai saudaraku, suku kafir Quraisy tidak hanya mengutus Badil bin Waraqa untuk berunding dengan umat Islam, agar tidak memasuki kota Makkah dengan leluasa. Setelah Badil, kafir Quraisy mengutus Urwah bin Mas’ud untuk menghadap Rasulullah SAW dan mengadakan perundingan. Akan tetapi, sebelum Urwah berangkat, suku Quraisy terlebih dahulu berpesan pada Urwah, hal ini agar tidak ada  kesalahpahaman. Mereka berkata pada Urwah,” Wahai Urwah, sampaikanlah pada Muhammad, bahwa kami tidak perdulikan apapun alasan mereka mendatangi kota Makkah, meskipun maksud kedatangan mereka untuk menunaikan umrah. Dan, katakanlah pada Muhammad bahwa tujuan mereka itu hanya sebatas strategi saja. Oleh karena itu, terimalah apa yang seharusnya mereka terima, dan mereka harus menyetujuinya.
            Urwah bin Mas’ud segera mendatangi Rasulullah SAW di perkampungan Khudaibiyah. Namun, ketika Urwah tiba dihadapan Rasulullah SAW, ia berkata seperti apa yang dikatakan Badil bin Waraqa pada Rasulullah SAW,” Wahai Muhammad, bagaimana menurutmu jika aku akan mencabut permasalahan yang terjadi antara umatmu, apakah engkau pernah mendengar apa yang akan dilakukan salah satu suku dijazirah Arabia (suku Qurasiya) yang mengancam keluargamu sebelum ini?” Maksud dari ucapanan Urwah sama dengan Badil, meski redaksinya berbeda. Yaitu, jika Urwah mengizinkan umat Islam memasuki kota Makkah, maka kafir Quraisy pasti akan melakukan padanya (urwah) seperti yang mereka lakukan pada keluarga Rasulullah SAW sebelumnya.
            Urwah melanjutkan perkataannya,” Wahai Muhammad, jika engkau menghendaki ada suku lain yang akan membebaskan umatmu (dapat memasuki kota Makkah), demi Tuhan, aku tidak pernah melihat hal itu terjadi, dan aku juga tidak pernah mengetahi ada seseorang yang hendak memanggilmu dikala engkau lari menjauh.” Acap kali Urwah berkata pada rasulullah SAW, ia tiada henti memegang dan terkadang mencabut janggut pemimpin umat Islam itu. Mughirah bin Syabah yang melihat perbuatan Urwah, segera berdiri menghadap Rasulullah SAW seraya membawa pedang. Setibanya, Mughirah memukulkan sarung pedangnya pada Urwah dan berkata,” Wahai Urwah, cobalah engkau pegang dan cabut lagi janggut Rasulullah SAW, niscaya pedang ini akan membabat lehermu.”
            Kejadian itu membuat Urwah bin Mas’ud terjaga dan sadar, bahwa sahabat Rasulullah SAW sangat mencintai, menghormati dan memuliakan pemimpinnya. Setelah mengalami hal itu, Urwah berpamitan untuk  kembali pada suku Quraisy. Seetibanya, ia berkata pada pemuka Quraisy,” Wahai suku Quraisy, demi Tuhan, aku telah diutus untuk menemui raja Persia, Kisra dan Najasy. Namun, aku belum pernah melihat diantara mereka yang diperlakukan seperti Muhammad diperlakukan sahabatnya. Mereka sangat mengagungi dan memuliakan rajanya.”
            Setelah Urwah bin Mas’ud, kafir Quraisy mengirim utusan yang ketiga, ia bernama Hulais bin Ulqimah al Kinani, pemimpin al Ahabisy. Ia diperintahkan untuk menghadap Rasulullah SAW seperti dua utusan sebelumnya. Mengetahui yang datang kali ini adalah Hulais bin Ulqimah, Rasulullah SAW berkata pada sahabatnya,” Wahai sahabatku, Hulais bin Uliqimah adalah seseorang dari kaum yang sangat pandai dan suka beribadah, oleh karena itu, mereka (suku Quraisy) telah mengirim sebuah petunjuk diwajahnya Hulais.”
            Hulais tiba di tanah Khudaibiyah, namun sebelum ia sampai menghadap Rasulullah SAW, tiba-tiba ia telah melihat ada sebuah petunjuk ada sebuah telaga yang berisikan air sangat jernih di kalung yang ia kenakan dilehernya. Akhirnya iapun kembali ke suku Quraisy sebelum berjumpa dengan Rasulullah SAW, setibanya, sebagai upaya mengagungkan apa yang ia lihat dikalungnya, ia berkata pada suku Quraisy,” Wahai suku Quraisy, aku telah melihat sebuah badan yang terikat dan aku merasakan tidak akan ada yang mampu melarang umat Islam berziarah ke baitullah.” Mendengar penuturan Hulais, suku Quraisy berkata,” Duduklah, wahai Hulais, engkaukan orang arab, namun mengapa bisa berkata demikian, sungguh betapa bodohnya engkau.”
            Wahai saudaraku, siapakah orangnya yang tidak marah ketika dikatakan bodoh dan tidak mengetahui apa-apa, kecuali Rasulullah SAW dan engkau yang memiliki tingkata keimanan yang baik. Nah, Hulais bin Ulqimah pun mengalami hal yang sama, ia marah sekali dengan ucapan kafir Qurasiy, terlebih lagi ia adalah seorang pemimpin dari suku al Ahabisy. Saking marahnya, ia berkata,” Wahai suku Quraisy, demi Tuhan, apakah ini balasan kalian, dan janji kalian terhadapku yang kalian perintahkan untuk mencegah umat Islam memasuki dan berziarah ke baitullah? Aku bersumpah demi diriku, aku akan membiarkan Muhammad dan pengikutnya memasuki kota Makkah, atau mereka akan berlindung pada suku al Ahabisy.” Suku Qurasiy menjawab,” Wahai Hulais, diamlah dan biarkan kami yang memutuskan apa yang kami kehendaki.”
            Tibalah giliran Rasulullah SAW untuk mengirim utusannya pada kafir Quriasy,beliau memanggil Umar bin Khattab untuk mendatangi kafir Quraisy dengan membawa pesan darinya. Namun, Umar menjawab,” Wahai Rasulullah, aku khawatir terhadap suku Qurasiy akan keselamatan diriku, bukankan di kota Makkah ada suku Bani Uday bin Ka’ab, ia adalah salah seorang suku yang sangat membenciku, dan aku pun mengetahui suku Quraisy sangat memusuhiku sehingga mereka menggunakan kekuatan Bani Ubay untuk membunuhku, semua itu karena sikapku yang kasar terhadapnya (Bani Ubay). Wahai Rasulullah, aku akan tunjukan pada engkau, siapa sekiranya sahabat yang pantas untuk menghadap pembesar Quraisy, dan ia adalah sahabat yang lebih mulia ketimbang aku.” Rasulullah SAW bertanya,” Wahai Umar, siapakah orangnya?” Umar menjawab,” Ia adalah Utsman bin Affan, wahai Rasulullah.”
            Rasulullah SAW tidak banyak tanya, mengapa Umar memilih Utsman untuk menjadi utusan dan menghadap kafir Quraisy. Beliaupun langsung memanggil Utsman,” Wahai Utsman, pergilah engkau ke kota Makkah untuk menghadap suku Quraisy.” Utsamanpun menyanggupi perintah Rasulullah SAW, ia tidak sendiri dalam menjalani tugasnya, Aban bin Sa’id bin al ‘Aasy al Umawiyin. Ia mendampingi Utsman sampai tugasnya selesai, setibanya di kota Makkah, keduanya segera menghadap kafir Quraisy, namun sebelum Utsman membawa pesan dari Rasulullah SAW, para pembesar suku Quraisy mempersilahkan Utsman dan Aban untuk menunaikan ibadah Thawaf. Utsman berkata pada suku Quriasu,” Wahai suku Quraisy, aku tidak akan pernah mau melaksanakan thawaf, jika Rasulullah SAW mengerjakannya.”
            Perkataan Utsman membuat suku Quraisy tersinggung, oleh karena itu, merekapun memenjarakan Utsman bin Affan. Utsamnpun dipenjaran, namun yang berita  yang sampai ketelinga Rasulullah SAW bahwa Utsman telah gugur dibunuh oleh suku Quraisy. mendengar hal itu, Rasulullah SAW segera memanggil para sahabat, mereka dikumpulkan dan dibait oleh Rasulullah SAW dibawah pohon Samrah. Apa isi pembaitan itu? Untuk siap gugur sebagai Syuhada dan bertempur sampai darah penghabisan melawan kafir Quraisy yang telah membunuh Utsaman bin Affan, dimana ia sebagai utusan. Dalam perang, utusan itu tidak boleh dibunuh.
            Allahuakbar, tidakkah engkau memperhatikan ketegasan sikap Rasulullah SAW, wahai saudaraku? Sungguh Islam adalah agama yang  tegas dan sangat menyesuaikan dengan keadaan dan kondisi. Islam akan melunak dan memberikan toleransi pada orang kafir, jika mereka tidak menindas, menganiaya dan mendhalimi umat Islam. Sebaliknya, ajaran Islam mewajibkan untuk memerangi pasukan kafir yang menindas, mendhalimi dan menganiaya umatnya. Nah, sikap ini telah diajaran oleh Rasulullah SAW, beliau meminta para sahabatnya untuk ikut bersama dalam menunaikan ibadah umrah, merekapun mentaati beliau. Tentu saja, umat Islam tidak akan melakukan perlawanan apabila kafir Quraisy tidak menghalanginya.
            Karena dihalangi dan dicegah untuk menunaikan ibadah di baitullah, Rasulullah SAW dan para sahabatnya pun siap berperang dengan segala kekuatan dan kemampuan yang ada. Tidak ada perasaan takut sedikitpun, walau peperangan akan terjadi di dekat kota Makkah. Tidak ada perasaan gentar dan cemas sedikitpun dihati mereka, karena keimanan, keyakinan dan tegas yang kuat untuk menegakan agama dan ajaran Islam sudah tidak dapat dihalangi, meskipun lebih dari satu gunung menghalangi niat mereka. Allahuakbar. Tidakkah engkau memperhatikan ketegasan dari seorang pemimpin terhadap diri Rasulullah SAW, wahai saudaraku? Beliau tidak banyak berkata, namun bukti dan perbuatan itulah yang banyak beliau lakukan daripada perkataan yang tidak ada buktinya.
            Ketahuilah, wahai saudaraku, orang yang pertama mendatangi seruan Rasulullah SAW dengan langkah tergesah-gesah adalah Abu Sanan Abdullah bin Wahab al Asadi. Setelah itu, berdatanganlah seluruh sahabat yang ikut beserta Rasulullah SAW dalam perjalanan umrah. Karena bergegasnya Abu Sanan mendatangi seruan Rasulullah SAW, maka beliaupun memuji Abu Sanan dan bersabda,” Wahai Abu Sanan, sungguh engkau adalah penduduk bumi yang terbaik.” Lalu, Rasulullah SAW melanjutkan sabdanya,” Wahai sahabatku, insyaallah siapapun yang pernah dibaiat dibawah pohon ini (Samrah) tidak akan pernah masuk kedalam api neraka.’
            Setelah bersabda, Rasulullah SAW memberikan isyarat dengan tangan kananya dan bersabda,” Wahai sahabatku, ini adalah tangannya Utsman, lalu Rasulullah SAW memukulkan tangannya pada tangan kirinya.” Dan berkata,” Ini adalah untuk Utsman.” Sabda ini untuk mengisyaratkan pada para sahabat Rasulullah SAW bahwa Utsman dengan mereka adalah seperti tangan kanan yang dipukulkan pada tangan kiri. Artinya, jika Utsman merasakan sakit, maka yang lainpun merasakan hal yang sama, termasuk Rasulullah SAW. Mengapa demikian? Karena tangan kanan jika dipukulkan pada tangan kiri, keduanya akan merasakan sakit.
            Pasukanpun dibaiat oleh Rasulullah SAW, namun setelah pembaiatan usai, dan sebelum umat Islam menyerang suku Quraisy, Utsman bin Affan datang. Pembaitan di bawah pohon Samrah disebut dengan ‘baiat ridhwan’. Mengapa dinamakan seperti itu? Karena pembaiatan itu diredhai Allah SWT. sebagaimana firman-Nya.
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا (١٨)
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon[1399], Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)[1] (QS. al Fath[48]:18)
            Ketahuilah, wahai saudaraku, Utsman bin Affan dilepaskan oleh kafir Quraisy, kerena mereka mengetahui bahwa Rasulullah SAW sudah melakukan pembaiatan terhadap sahabatnya. Dimana pembaitan itu, seluruh umat Islam berjanji dan selalu setia untuk menggempur suku Quraisy. Nah, karena mereka takut melihat pasukan umat Islam, akhirnya Utsman dilepaskan sebelum terjadi apa-apa. Meskipun pasukan sudah siap, Rasulullah SAW tetap bersabda,” Demi Allah, jika hari ini suku Quraisy memanggilku untuk mengajak berdamai, niscaya aku akan menerimanya.”
            Sabda ini didengar oleh kafir Quraisy, karena takut, merekapun akhirnya memutuskan untuk membuat perjanajian. Untuk itu, mereka mengutus Makraz bin Hafsha untuk menemui Rasulullah SAW dan membawa perjanjian damai. Rasulullah SAW yang mengetahui bahwa utusan yang keempat ini adalah Makraz, beliau bersabda,” Wahai sahabatku, kali ini yang datang adalah Makraz, ia adalah seorang lelaki yang sangat buruk perangainya.” Setibanya, Makrazpun menyampaikan pesan dari kafir Quraisy, namun ditengah pembicaraan, datang lagi utusan kelima dari suku Quraisy, ia bernama Suhail bin ‘Amr. Melihat hal ini, Rasulullah SAW bersabda,” Wahai utusan suku Quraisy, apakah kalian telah mempermudah masalah kalian sendiri.” Artinya, apakah utusan yang terakhir itu menandakan bahwa kafir Quraisy ingin masalah ini tidak berlarut-larut. Mengapa? karena utusan mereka yang terakhir memiliki pengertian—Suhail(kemudahan)—Rasulullah SAW meneruskan sabdanya,” Wahai sahabatku, sungguh suku Quraisy menghendaki perjanjian damai. Hal ini dibuktikan dengan utusan mereka yang bernama Suhail.”
            Sebelum Suhail bin ‘Amr mendatangi Rasulullah SAW, suku Quraisy telah berpesan padanya untuk menyampaikan perkataannya. Mereka berkata pada Suhail,” Wahai Suhail, engkau datangilah Muhammad, lalu ajaklah ia berdamai, dan ingat, perjanjian damai itu adalah untuk kepentingan umum yang ada pada suku Quraisy. Jika mereka mau, demi Tuhan, tidak akan terjadi kekerasan selamanya.” Nah, itulah yang disampaikan Suhail pada Rasulullah SAW. Setelah selesai, kedunya segera berpamitan pada Rasulullah SAW setelah di buatnya sebuah perjanjian.
            Wahai saudaraku, sungguh Rasulullah SAW adalah seorang pemimpin yang Ummi (tidak dapat membaca dan menulis). Lalu bagaimana jika beliau mendapat surat? Beliau meminta pada sahabat untuk membacakannya. Sama halnya apabilah hendak menulis surat pada raja maupun orang lain, beliau senantiasa menugaskan sahabatnya yang menulis surat. Nah, perjanjian sudah disepakati antara kafir Quraisy dengan umat Islam. Untuk itu, Rasulullah SAW memerintahkan Ali bin Abu Thalib untuk menulis perjanjian tersebut.
            Tahukah, engkau seperti apa perjanjian yang dibuat Rasulullah SAW dengan dua orang utusan dari suku Quraisy, Makraz dan Suhail? Perjanjian itu dibuat oleh Rasulullah SAW dan yang mencatatnya adalah Ali. Namun, ketika Rasulullah SAW mulai menyebutkan persyaratan dalam perjanjian tersebut dalam sebuah kertas, Ali bin Abu Thalib menulis kalimat ‘Bismillahi ar Rahmani ar Rahimi’. Melihat hal itu, Suhail bin ‘Amr menolaknya, dan ia ingin kalimat itu diganti dengan kalimat ‘Bismikallahumma’ artinya, dengan menyebut namamu, wahai Tuhan. Mengapa Suhail memilih kalimat ini? Karena kalimat itu biasa digunakan oleh kaum Jahiliyah, oleh karena itu, ia pun lebih memilih untuk menggunakan kalimat tersebut daripada kalimat  ‘Bismillahi ar Rahmani ar Rahimi’.
            Pada awalnya, umat Islam menolak perubahan kalimat tersebut, terlebih lagi Ali bin Abu Thalib. Namun, Rasulullah SAW menyetujui perubahan itu dan akhirnya dituliskan kalimat ‘Bismikallahumma’. Pun, Suhail menolak kalimat yang ditulis Ali yaitu ‘Muhammad Rasulullah’. Ia ingin kalimat itu diganti dengan kalimat ‘Muhamma bin Abdul Muthalib’, Rasulullah SAW untuk yang kedua kalinya menerima saran yang diajukan oleh Suhail.
            Rasulullah SAW melanjutkan kalimat perjanjian, namun ketika beliau berkata dalam surat perjanjian itu bahwa pihak suku yang ada diseluruh jazirah arab termauk suku Quraisy hendaknya membiarkan dan membebaskan umat Islam untuk mengunjungi baitullah dan melakukan thawaf. Mendengar kalimat ini Suhail berkata,” Wahai Muhammad, kami tidak ingin suku yang ada di jazirah Arabia mengatakan bahwa kami telah mendapatkan tekanan dari kalian. Karena itu, kami akan mengizinkan kalian melalukannya pada tahun depan. Dimana kami akan keluar dari kita Makkah, disaat umatmu memasuki kota Makkah. Dan, engkau, wahai Muhammad, diizinkan tinggal di kota Makkah sesuka kalian selama tiga hari. Kalian juga boleh membawa senjata berupa pedang, dan pedang itu harus tetap berada di sarungnya.”
            Untuk yang kesekian kalinya Rasulullah SAW menyepakati usulan Suhail. Setelah itu, Suhail berkata,” Wahai Muhammad, jika ada suku kami (Quraisy) yang datang kepadamu dan memeluk agama Islam, engkau harus mengembalikannya pada kami.” mendengar hal itu, kemarahan kaum muslimin tidak dapat dibendung lagi seraya berkata,” Subhanallah, bagaiama kami akan mengembalikan ia menjadi musyrik, setelah memeluk agama Islam?” Terjadilah perdebatan antara Suhail dengan umat Islam. Tiba-tiba ditengah perdebatan Abu Jandal bin Suhail bin ‘Amr, atau putra dari Suhail, mendatangi Rasulullah SAW. Saat itu tangan Abu Jandal sedang terikat, karena ia hendak mendatangi Rasulullah SAW dan ingin menyatakan keislamannya. Untuk itu, ia diikat oleh ayahnya.
            Melihat putranya menghadap, Suhail berkata,” Wahai Muhammad, ia adalah orang pertama yang harus engkau kembalikan padaku.” Mendengar hal itu, Rasulullah SAW menjawab,” Wahai Suhail, bukankan perjanjian ini belum tuntas dan belum dikukuhkan?” Suhail menjawab,” Demi Tuhan, jika itu yang engkau kehendaki, aku tidak akan pernah mengadakan perjanjian damai denganmu dalam bentuk apapun.”
            Karena Suhail bersikukuh agar Rasulullah SAW mengembalikan anaknya, meskipun beliau sudah meminta Abu Jandal sebagai pengecualian. Rasulullah SAW pun kembali menyepakati apa yang diminta Suhail. Padahal saat itu, Mikraz telah menyepakati pengecualian tersebut. Untuk itu, beliau bersabda,” Bersabarlah, wahai Abu Jandal, mudah-mudahan Allah SWT akan menjadikanmu dan kaum muslimin lapang dada dan jalan keluar.”
            Tidak mau kalah untuk memberikan semangat pada Abu Jandal, Umar bin Khattab mendekati dan duduk disampingnya seraya berkata,” Wahai Abu Jandal, sungguh seseorang yang telah memeluk agama Islam, ia akan rela untuk membunuh ayahnya sebagai upaya untuk jihad dijalan Allah. Andai saja Khitab (ayah Umar) masih hidup, aku akan membunuhnya (didalam peperangan).” Abu Jandal mendengarkan dengan seksama penuturan Umar, lalu ia bertanya,” Lalu mengapa engkau tidak membunuhnya, wahai Umar?” Umar menjawab,” Wahai Abu Jandal, aku tidak ingin bermaksiat pada Rasulullah SAW.” Dengan tegas, Abu Jundalpun menimpali perkatan Umar,”  Wahai Umar, akupun tidak ingin bermaksiat pada Rasulullah SAW.”
            Ketahuilah, wahai saudaraku, setelah kejadian yang menimpa Abu Jandal bin Suhail bin ‘Amr, surat perjanjianpun selesai, diantara syarat yang tersisa dari perjanjian itu antara lain;
1.      Tidak akan pernah ada peperangan selama 10 tahun. Sepanjang waktu itu, setiap orang terjamin keamanannya, baik dari pihak kaum musyrik Makkah maupun kaum muslimin. Juga, harus menahan diri dari dan tidak berbuat tindakan penekanan, pemaksaan, penggangguan, pencurian, dan suap menyuap. Atau pengkhianatan.
2.      Bahwa masyarakat arab bebas untuk  bersekutu dengan suku Quraisy atau dengan pengikut Muhammad
            Selesainya perjanjian ini, banyak kalangan yang teriak gembira dan senang. Namun, kegembiraan mereka berbeda-beda. Diantara yang senang dan gembira mendengar perjanjian kedua belah telah dibuat, adalah suku Khaza’ah, mereka berkata,” Kami sangat senang dengan perjanjian ini, sungguh kami akan bersama pengikut Rasulullah SAW dan membuat perjanjian dengannya.” Lain halnya dengan suku Bani Bakar, suku ini meluapkan kegembiraannya setelah perjanjian dibuat, karena mereka akan bergabung dan dengan leluasa membuat perjanjian dengan suku Quraisy. Suku Bani Bakar berkata,” Sungguh kami bahagian mendengar perjanjian ini dibuat, kami akan masuk kedalam kelompok suku Quraisy dan mengadakan perjanjian dengan mereka.”
            Ketahuilah, wahai saudaraku, banyak kalangan sahabat yang tidak setuju dan  merasa keberatan dengan beberapa syarat didalam perjanjian ini. Salah satu buktinya adalah ketika Ali bin Abu Thalib keberatan menghapus kalimat ‘Muhammad Rasulullah’. Dimana kalimat itu ditolak oleh Suhail bin ‘Amr. Namun, pada saat itu Rasulullah SAW bersabda pada Ali,”Wahai Ali, perlihatkanlan padaku, manakah tulisan itu (kalimat Rasulullah).” Setelah di perlihatkan, Rasulullah SAW mengganti sendiri kalimat itu dengan ‘Muhammad bin Abdullah’. 
            Tidak hanya itu, keberatan umat Islam terhadap sarat yang diajukan oleh Suhail. Pun, umat Islam tidak setuju ketika mereka harus mengembalikan setiap orang dari suku Quraisy yang bergabung dan memeluk agama Islam, setelah perjanjian dibuat. Saat itu, penolakan umat Islam diungkapkan seraya berkata,” Wahai Rasulullah, apakah syarat ini ditulis juga?” Rasulullah SAW menjawab,” Benar, wahai sahabatku, karena sesungguhnya orang-orang yang pergi pada mereka, maka Allah akan menjauhkannya. Sebaliknya, jika mereka datang padaku, amak Allah SWT akan memberikan kemudahan dan jalan keluarnya.”
            Yang paling mencolok, wahai saudaraku, kemarahan Umar bin Khattab. Setelah perjanjian itu dibuat, ia mendatangi rasulullah SAW dan berkata,”Wahai Rasulullah, bukankah engkau nabiallah yang sesungguhnya?” Rasulullah SAW menjawab,” Benar, wahai Umar.” Umar melanjutkan perkataannya,” Wahai Rasulullah, bukankah kita berada pada posisi yang dibenarkan, sedangkan musuh kita dalam kebatilan?” Beliau kembali menjawab,” Benar, wahai Umar.”
            Mendengar jawaban Rasulullah SAW, dengan semangat Umar berkata,” Wahai Rasulullah, lalu mengapa kita rela dihina dalam persoalan agama kita?” Rasulullah SAW mengetahu, bahwa Umar kecewa akan beberapa syarat dalam perjanjian itu. Untuk itu, beliau menjawab,” Wahai Umar, sesungguhnya aku adalah seorang utusan Allah. Aku tidak akan pernah melanggar perintanh adan Dia adalah penolongku.” Umar tidak puas dengan jawaban Rasulullah SAW dan berkata,” Wahai Rasulullah, bukankah sebelumnya engkau telah mengatakan perjalanan ke kota Makkah untuk mengunjungi baitullah dan melakukan thawaf padanya?” Rasulullah SAW menjawab,” Benar, wahai Umar, aku ingin menanyakan sesuatu padamu, apakah aku memberitahumu bahwa kita menuaikan umrah pada tahun ini?” Umar menjawab,” Tidak, wahai Rasulullah.” Beliau meneruskan sabdanya,” Wahai Umar, sungguh engkau akan mendatanginya dan melakukan thawaf disekelilingnya.”
            Kemudian, Umarpun mendatangi Abu Bakar, setelah mendapatkan jawaban Rasulullah SAW perihal ketidak setujuannya terhadap perjanjian itu. Umar menceritakan pada Abu Bakar seperti yang ia ucapkan pada Rasulullah SAW. Abu Bakar yang mendengarkan lalu berkata,” Wahai Umar, beliau adlah Rasulullah, jadi tidak mungkin ia melanggar dan bermaksiat terhadap perintah-Nya. Sungguh, wahai Umar, Allah SWT adalah penolongnya (rasulullah). Untuk itu, tetaplah engkau mentaati rasulmu dalam keadaan apapun. Demi Allah, sesunnguhnya Rasulullah SAW selalu berada pada jalan yang benar.”
            Allahuakbar, wahai saudaraku, sudahkan engkau melakukan seperti apa yang dilakukan Abu Bakar. Ia tidak pernah meragukan apapun yang diucapkan dan menjadi keputusan Rasulullah SAW. Ia senantiasa mengerjakan sunnah Rasulnya. Sungguh, engkau akan berada dalam kerugian jika masih meragukan sabda, perbuatan, perkataan dan penetapan rasulullah SAW, wahai saudaraku.
            Lihat dan perhatikanlah apa yang dilakukan Umar ketika ia meragukan keputusan Rasulullah SAW saat perjanjian itu dibuat. Umar berkata jauh setelah kejadian itu,” Aku terus berpuasa, bersedeqah dan membebaskan hamba sahaya. Aku lakukan hal itu karena perasaan takutku terhadap ucapan yang pernah aku katakan pada Rasulullah saat itu (perjanjian Khudaibiyah). Sungguh aku melakukan semua itu demi mendapatkan kebaikan dan ampunan Allah SWT.” Namun, ternyata apa yang telah dilakukannya tidak serta merta hati Umar tenang dan damai. Barulah hatinya tentram setelah turunnya firman Allah SWT yang membahas tentang akan terjadinya penaklukan kota Makkah.”
            Wahai saudaraku. Saudahkah engkau seperti Umar, disaat engkau khilaf atau melupakan perintah Allah SWT dan rasul-Nya segera bertaubat dan melakukan ibadah tambahan? Jika belum, maka lakukanlah seperti apa yang dilakukan Umar bin Khatab. Jika sudah, teruskan hal itu dan jadikan pedoman hidupmu agar Allah SWT memberikan ridha-Nya padamu.
            Ketika, Abu Jandal datang memohon pertolongan kepada umat islam, ia berkata,” Wahai kaum muslimin, apakah kaloan akan mengembalikan kepada orang musyrik itu agar mereka menyiksaku karena agamaku ini?” Setelah ia berkata demikian, Rasulullah SAW bersabda,” Wahai Abu Jandal, bersabarlah, karena sesunnguhnya Allah SWT akan memberikan jalan keluar padaku dan orang-orang yang tertindas bersamamu.”
             Lalu, Umar berjalan mendekati Abu Jandal dan berdiri disampingnya seraya mengeluarkan pedang dari sarungnya dengan tujuan agar Abu Jandal mau menikam ayahnya (suhail). Namun, Abu Jandal tidak melakukannya dan ia dikembalikan pada kaum musyrikin oleh ayahnya. Namun, apa yang dilakukan Rasulullah SAW dengan membiarkan Abu Jandal dibawa oleh ayahnya pada kaum musyrikin membawa hikmah dan manfaat dikemudian hari untuk kaum muslimin. Apakah manfaat itu? yaitu, ketika Abu Jandal dan para sahabatnya justru menjadi penyebab dibatalkannya pasal yang mengharuskan kaum msulimim  mengembalikan setiap orang Makkah yang memeluk agama Islam pada kaum musyrik Makkah. Tidak hanya itu, dibalik keputusan Rasulullah SAW terhadap Abu Jandal dan sikap ayahnya, ternyata membawa manfaat yang sangat besar dikemudian hari untuk umat Islam.
            Yaitu, ketika Suhail telah memeluk agama Islam dan sikapnya ketika Rasulullah SAW wafat. Perlu engkau ketahui, wahai saudaraku, ketika Rasulullah SAW wafat, banyak para sahabatnya yang keluar dan  kembali pada agamanya yang lama, murtad. Namun, Suhail bin ‘Amr mampu meyakinkan pada pra sahabatnya untuk terus berpegang teguh pada agama dan ajaran Islam. Banyak para sahabat yang kembali memeluk Islam setelah mendengar perkataan Suhail.
            Kekesalan terhadap perjanjian itu ternyata masih berlanjut, hal itu terbukti ketika Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam untuk menyembelih binatang kurban dan mencukurnya rambut mereka. Apa yang terjadi? Ternyata tidak ada satupun diantara mereka yang melakukannya. Mengapa? Karena mereka masih kesal terhadap keputusan Rasulullah SAW. Bahkan, Rasulullah SAW sampai mengulangnya sebanyak tiga kali perintah itu, akibat umat Islam enggan melaksanakan perintah tersebut. Mengatahui umat Islam kesal dan tidak puas dengan keputusan Rasulullah SAW, beliau pun mendatangi Ummu Salam RA dan menceritakan seluruh kejadian yang baru saja menimpanya dan apa yang terjadi pada umat Islam.
              Ummu Salamah pun memberikan saran pada Rasulullah SAW agar beliau memulai terlebih dahulu terhadap perintahnya. Beliaupun mengikuti saran yang diutarakan oleh Ummu Salamah. Tidak lama setelah beliau menyembelih kurban dan memotong rambutnya dihadapan para pengikutnya saat itu. Ternyata apa yang dikatakan Ummu Salamah, isteri beliau benar-benar diikuti oleh pengikutnya; menyembelih kurban dan memotong rambutnya, dimana mereka melakukan hal itu seorang demi seorang atau bergantian.
            Pada saat itu, binatang yang disembelih untuk dijadikan kurban mencapai 70 ekor unta, setiap satu ekor unta, dikurbankan oleh 7 orang kaum muslimin. Adapun unta yang disembelih Rasulullah SAW adalah seekor unta milik Abu Jahal, beliau memperoleh unta tersebut ketika perang badar, dimana pada perang itu Abu Jahal mati terbunuh. Mengapa Rasulullah SAW menyembelih unta tersebut? Beliau melakukan hal itu agar kaum  musyrik marah dan kesal. Kaum muslimin menyembelih sebagian binatang kurban mereka diwilayah Hudaibiyah. Sedangkan sebagian yang lain disembelih oleh Najiyah bin Junub di dalam wilayah tanah Haram.
            Wahai saudaraku, janganlah engkau memiliki sifat seperti kaum musyrik. Yaitu, selalu berupaya membatalakan perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak. Nah, itulah yang dilakukan oleh suku Quraisy, mereka melakukan segala macam usaha untuk membatalkan perjanjian yang telah dibuat dengan sadar dan tanpa paksaan. Namun, Rasulullah SAW selalu mengingatkan dan senantiasa waspada terhadap provokasi kaum kafir Quriasy pada sahabatnya. Pernah suatu hari, kaifr Quriasy mengutus 40 orang pasukannya menyerang dan menyerbu para sahabat. Akan tetapi, pasukan umat Islam dapat mengendalikan dan menahan mereka. Islam adalah agama yang sangat memegah teguh kontrak perjanjian. Oleh karena itu, Rasulullah SAW dan para sahabatnya membebaskan 40 tawanan ini ke Makkah.
            Selama satu setengah bulan, ada juga yang meriwayatkan 1 bulan 10 hari dan ada juga yang mengatakan 1 bulan dua puluh hari, Rasulullah SAW berada di wilayah Hudaibiyah. Beliau dengan para pengikutnyapun kembali ke Madinah, dipertengahan jalan, kemu’jizatan yang ada pada Rasulullah SAW terulang lagi. Seperti yang terjadi dengan makanan yang disediakan oleh Jabir dan istrinya pada perang Khandaq dan air sumur yang ada diwilayah Hudaibiyah.
            Saat kembali ke kota Madinah, umat Islam sudah kehabisan makanan dan air untuk minum. Seperti yang diriwayatkan oleh Salamah ibn Akwa’,” Ketika rombongan umat Islam kelaparan karena perbekalan sudah habis hingga mereka hampir saja menyembelih kendaraan yang ditunggangi. Tiba-tiba Rasulullah SAW meminta untuk mengumpulkan makanan yang masih tersisa. Setelah terkumpul, jumlah makan yang tidak seberapa itu tiba-tiba bertambah banyak dan bisa membuat kenyang seluruh umat Islam yang waktu itu berjumlah 1400 orang. Kemudian, mu’jizat itu terlihat ketika seorang sahabat menyerahkan kepada beliau sebuah gayung berisi sedikit air untuk berwudhu. Saat itu, beliau menggunakan air untuk berwudhu dan menadahi airnya dengan sebuah bejana. Maka, betapa terkejutnya umat islam saat itu melihat air bertambah banyak dan bisa digunakan untuk berwudhu oleh seluruh pasukan.”
            Turunnya surah al-Fath yang berisi tentang pengabaran akan terjadinya penaklukan kota Makkah juga disaat Rasulullah SAW dan pengikutnya dalam perjalanan kembali ke kota Madinah. Sebagaimana firman Allah SWT;
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا (١)   
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata[2](QS. al Fath[48]:1)
            Esok harinya, setelah surah ini diturunkan, Rasulullah SAW bersabda,” Wahai kaum muslimin, sungguh malam tadi telah diturunkan sebuah surah padaku. Dimana surat itu membuat aku bahagia melebihi kebahagiaanku ketika meliha sinar matahari yang terpancar pagi ini.” Mendengar penjelasan ini, Umar berkata,” Wahai Rasulullah, apakah Allah akan membukakan pintu kemenangan bagi umat Islam?” Rasulullah SAW menjawab,” Benar, wahai Umar.” Alangkah bahagianya Umar mendengarkan penuturan Rasulullah SAW. Bagaimana tidak bahagia, rahasia dan harapan kaum muhajirin selama ini untuk kembali ke kota Makkah ternyata akan terkabulkan. Umar pun kembali ke kota Madinah dengan hati yang ceria dan tampak jelas kegembiraan pada pancaran wajahnya.
            Tidak hanya Umar, seluruh umat Islam merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh Umar. Hilanglah kekesalan mereka terhadap sikap dan tindakan Rasulullah SAW ketika menyetujui syarat yang diajukan Suhail. Sirna lah mendung yang selama ini menutupi wajah mereka. sungguh umat Islam kembali dengan membawa kabar gembira pada saudaranya yang sudah menunggu di kota Madinah. Allahuakbar, dengan turunnya ayat itu, umat Islam menyadari bahwa mereka tidak dapat mengetahui sesuati kecuali sedikit bahwa kebaikan pasti akan dirasakan bagi orang yang menerima dan mentaati perintah Allah SWT dan rasul-Nya.
            Wahai saudaraku, tidakkah hatimu terketuk untuk terus melakukan ibadah kepada Allah, mentaatinya dan mengerjakan apapun perintah-Nya dan rasul-Nya. Wahai engkau yang tidak ingin merasakan kerugian dalam kehiduapan duniawi maupun ukhrawi. Segeralah memperbaiki hati, agar engkau tidak mendapatkan caci maki dari dzat yang maha suci.
            Ketika beliau masih berada di Hudaibiyah, selain Abu Jandal, masih ada satu orang lelaki dari suku Quraisy yang hendak memeluk agama Islam, ia bernama Abu Basyir. Abu Basyir kabur dari kota Makkah untuk bertemu dengan Rasulullah SAW, ia melakukan hal itu karena kecintaannya terhadap ajaran Islam yang selalu memegang teguh janjinya. Namun, Rasulullah SAW tidak menerima Abu Basyir, karena seperti dalam perjanjian, beliau tidak boleh menerima siapapun dari suku Quraisy yang hendak memeluk agamanya. Mengetahui hal itu, Abu Basyir kembali ke Makkah dan untuk kedua kalinya ia mendatangi rasulullah SAW, dan beliau masih menolaknya. Akan tetapi, beliau berikrar siapapun yang menghalangi Abu Basyir suatu saat nanti, beliau akan memeranginya.
            Karena ditolak, Abu Basyir pun berkata,” Wahai Rasulullah, engkau telah melaksakan janjimu dan wajar jika engkau tidak dapat berbuat apapun. Oleh karena itu, aku akan melakukan apapun yang aku kehendaki.” Mendengar hal itu, Rasulullah SAW berkata,” Celakalah ibunya (Abu Basyir), jika ia (Abu Basyir) memiliki putra lelaki.” Abu Basyir terdiam setelah beliau bersabda. Maksud dari sabda beliau, bahwa jika Abu Basyir memiliki putra, maka ia akan seperti ayahnya yang memiliki tekat kuat untuk memeluk agama Islam.
            Sepeninggal Rasulullah SAW ke kota Madinah, ternyata dikota Makkah ada sekelompok umat Islam yang dalam keadaan tidak berdaya. Mereka adalah Abu Jandal dan para sahabatnya termasuk didalamnya Abu Basyir. Abu Jandal yang tidak mau mengikuti apa yang disarankan ayahnya, dengan tetap berpegang teguh dengan pendiriannya untuk memeluk agama Islam. Ia bersama sahabat lainnya keluar dari kota Makkah dan menertap disuatu wilayah yang biasa digunakan sebagai jalan para pedagang menuju kota Makkah.
            Untuk itu, mereka pun terkadang suka mencegah dan menghalangi para pedagang yang  hendak menuju kota Makkah. Mengetahui hal itu, Abu Sofyan segera mengirim utusannya pada rasulullah SAW ke Madinah, dan meminta perlindungan dari beliau. Juga, Abu Sofyan mempersilahkan siapa saja kaum musyrikin Makkah untuk mendatangai Rasulullah SAW. Rasulullah SAW dan Umar yang menerima utusan ini pun tersenyum dan mulai saat itu Umar mengetahui apa yang dimaksud Rasulullah SAW. Yaitu, mengirim surat dari Rasulullah SAW pada Abu Basyir dan pengikutnya untuk mempersilahkan mereka memasuki kota Madinah. Namun sayang, Abu Basyir gugur setelah surat dari beliau ia terima. Sungguh Abu Basyir telah melakukan kewajibannya dan surat itupun dikubur bersamaan jasad Abu Basyir RA.
v  Hikmah
            Ketahuilah, wahai saudaraku, jika engkau mau memperhatikannya, didalam kisah perjalanan Rasulullah SAW dan para sahabatnya pada perjanjian Hudaibiyah, banyak sekali hikmah dan pelajaran yang akan engkau dapatkan. Diantaranya;
1.      Jangan sampai tujuan yang kecil mengalahkan tujuan yang besar. Hal ini diperlihatkan oleh Rasulullah SAW. Yaitu, ketika beliau tidak jadi menunaikan ibadah umrah karena perjanjian tersebut baru mengijinkan beliau menunaikan ibadah itu tahun depan. Namun, itu tidak jadi persoalan. Sebab beliau mendapatkan target yang lebih besar lagi, dengan banyaknya kafir Quriasy yang memeluk agama Islam. Dan, dunia arab saat itu mengakui kebenaran ajaran Rasulullah SAW
2.      Jangan pernah engkau melupakan dasar dari ajaran agamamu untuk memperbaiki moral dan akhlak umat manusia, karena engkau tergiur dengan keindahan hidup duniawi. Sehingga engkau terlela karenanya.


[1] Yang dimaksud dengan kemenangan yang dekat ialah kemenangan kaum muslimin pada perang Khaibar.
[2] Menurut Pendapat sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan kemenangan itu ialah kemenangan penaklukan Mekah, dan ada yang mengatakan penaklukan negeri Rum dan ada pula yang mengatakan perdamaian Hudaibiyah. tetapi kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud di sini ialah perdamaian Hudaibiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar