Ketahuilah, wahai saudaraku, perjanjian Hudaibiyah membawa pengaruh yang sangat besar untuk umat Islam, ia juga disebut sebagai awal muasal terjadinya pemebasan kota Makkah, seperti yang difirmankan Allah SWT pada Rasulullah SAW ketika dipertengahan jalan menuju kota Madinah. Dan puncak dari perjanjian itu terjadi pada tahun ke tujuh setelah hijrah. Dimana perjanjian Hudaibiyah terjadi pada tahun keenam setelah hijrah. Diantaranya peristiwa yang terjadi pada tahun ketujuh :
v Umrah
Seperti yang engkau ketahui, perjalanan Rasulullah SAW dengan para sahabatnya yang hendak menunaikan ibadah Umrah pada tahun ke enam, atau tepatnya pada bulan Dzul Qa’dah tidak terlaksana. Pada tahun ke tujuh Rasulullah SAW dan para pengikutnya berangkan menuju kota Makkah dengan para sahabatnya. Mereka berangkat untuk menunaikan ibadah umrah yang telah menjadi kesepakatan antara umat Islam dengan kafir Quraisy.
Saat itu, Rasulullah SAW berpesan kepada para pengikutnya jangan sampai pada tahun ini mereka tidak mengikuti perjalanan umrah. Mengapa? Karena perjalanan umrah kali ini sebagai qadha umrah mereka yang gagal pada tahun ke enam. Selain itu, umrah kali ini sebagai bukti terhadap perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, dimana mereka melakukan umrah dengan perasaan tenang dan tentram. Tidak akan ada yang disakiti maupun menyakiti. Nah, itulah hasil dari kesabaran dan perjuangan umat Islam untuk mengadakan perjanjian dengan kaum musyrik, meskipun banyak syarat didalam pasal perjanjian yang merugikan umat Islam. Untuk itu, Allah SWT menurunkan wahyu;
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا (٢٧)
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat. (QS. al Fath[48]:27)
Rasulullah SAW membawa seluruh umatnya baik lelaki maupun perempuan. Mereka berjumlah 1000 orang, lengkap dengan persenjataan dan bersamanya 100 ekor kuda lengkap dengan peralatan perang, dibawah pimpinan Muhammad bin Muslimah. Ada yang menarik, ternyata Rasulullah SAW mengikut sertakan perempuan dalam perjalanannya kali ini, beliau memberikan bagian dan hak mereka dan tidak mengabaikannya.
Melihat jumlah yang besar serta lengkap dengan persenjataan dan 100 ekor pasukan berkuda, Abu Bakar bertanya pada Rasulullah SAW,” Wahai Rasulullah, bukankah dalam perjanjian itu kita tidak diizinkan untuk membawa persenjataan lengkap dan juga pasukan berkuda.” Iya, meskipun kaum musyrik Quriasy mengizinkan umat Islam memasuki kota Makkah dengan persenjataan. Namun senjata itu tidak terlepas dari sarungnya. Maka, sama saja mereka tidak diizinkan membawa senjata. Mendengar pertanyaan Abu Bakar, Rasulullah SAW menjawab,” Benar, wahai Abu Bakar, aku tidak akan membiarkan mereka (umat Islam) memasuki kota Makkah dengan persenjataan. Namun, aku khawatir jika mereka (musyrik Quraisy) berhianat terhadap perjanjian itu (Hudaibiyah). Oleh karena itu, aku akan menempati mereka diluar kota Makkah. Nah, jika mereka hendak mengancam maupun memerangi kita, kita sudah siap untuk menghadapinya.”
Allahuakbar, betapa sempurnanya pemikiran Rasulullah SAW, beliau selalu waspada akan setiap kemungkinan yang terjadi. Mengapa? Semua itu beliau lakukan, karena telah melihat dan mengetahui betapa kaum musyrik Quraisy selalu berusaha untuk membatalkan perjanjian yang telah dibuat. Oleh karena kekhawatiran itu, beliaupun memutuskan untuk membawa 100 pasukan berkuda dan dilengkapi dengan persenjataan. Wahai engkau kaum muslimin, waspadalah setiap hari dari kemungkinan musuh yang mengancam diri dan umatmu. Gunakanlah akal untuk mencegah dan melawannya, jangan didahulukan oleh emosi, sebab perbuatan itu akan menghasilkan sebuah kesia-sian belaka.
Umat Islam bukanlah kaum yang suka menipu, berdusta dan suka mendhalimi orang lain. Lihatlah apa yang diucapkan Rasulullah SAW terhadap perjanjian Hudaibiyah,” Aku adalah orang yang menepati perjanjian, namun aku tidak menjamin mereka menepatinya.”
Kaum muslimin yang hendak menunaikan ibadah umrahpun sudah mendekati kota Makkah. Namun, sebelum memasuki kota Makkah, tiba-tiba Rasulullah SAW memerintahkan pasukan berkuda yang lengkap dengan senjata untuk menempati posisi didepan umat Islam lainnya. Mengapa beliau melakukan hal itu? Karena beliau telah merasakan ada seseorang yang diutus oleh kaum musyirk Quraisy untuk memperhatikan gerak geraknya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW hendak mengirim utusan pada mereka dan mengatakan,” Takutlah kalian terhadap sebuah penghiantan.”
Mendengar perkataan itu, kaum musyrik Quraisy merasakan kekhawatiran dan keraguan. Untuk itu, mereka mengutus Suhail bin ‘Amr pada Rasulullah SAW, ia adalah orang yang menyaksikan perjanjian Hudaibiyah. Setibanya, ia berkata pada Rasulullah SAW,” Wahai Muhammad, bukankah dalam perjanjian itu terdapat pasal yang tidak diizinkannya pengikutmu membawa senjata dan pasukan berkuda?” Rasulullah SAW menjawab,” Benar, wahai Suhail, sungguh aku tidak akan membawa senjata dan pasukan berkuda ini menuju kota Makkah.” Mendengar hal itu, Suhail tidak bertanya lagi pada Rasulullah SAW, karena ia mengenal betul, Muhammad tidak akan mungkin berdusta dan mengingkari janjinya, ia berkata dalam hati,” Sungguh, engkau Muhammad adalah orang yang selalu menepati janji dan tidak akan pernah mengingkarinya.”
Sungguh, wahai saudaraku, Islam bukanlah agama penghianat maupun mengingkari janji. Pun, sebagai umatnya, engkau tidak diperkenankan menjadi penghianata dan mengingkari janji yang pernah engkau ucapkan. Meskipun Rasulullah SAW mengetahui bahwa pasukan atau kaum musyrik makkah akan mengkhianatinya, namun beliau tetap bersabar dan tidak mau melakukan hal yang sama dengan mereka. Karena beliau mengetahui betul bahwa pertolongan Allah SWT pasti akan datang, tanpa harus berbuat curang, khianat, dan berbohong.
Ketahuilah, wahai saudaraku, saat ini dunia politik tidak sepi dari kebohongan dan penipuan. Juga, berita ditelevisi maupun media lainnya tidak pernah henti politukus mencela lawan politiknya dan lain sebagainya. Semua itu hanya demi satu tujuan, dapat menaiki bangku jabatan yang dianggap mampu untuk mengangkat harkat dan martabatnya. Sungguh, jika melakukannya, bukan kehormatan yang engkau dapatkan. Sebaliknya, kehinaan dan kerendahan martabat akan menjadi gelar yang abadi. Karena kehidupan dunia ini hanyalah sementar, sedangkan ada dunia lain yang lebih kekal dan kenikmatannya tidak akan ada yang pernah dapat merasakan dan membayangkan sebelumnya. Yaitu, surga.
Dalam melakukan siasatnya, Rasulullah SAW saat itu tidak menggunakan wahyu, beliau melakukannya karena kepandaian dan kecerdasan yang dimilikinya. 100 pasukan berkuda langkap dengan persenjataan ditugaskan untuk melindungi umat Islam dari kejahatan tersembunyi kaum musyrik. Mereka tidak diperkenankan memasuki kota Makkah, namun keberadaannya ada di luar kota Makkah, dan selalu waspada setiap waktu. Sungguh semua itu adalah strategi jitu untuk menggapai kemenangan, tidak hanya dari umat Islam yang mengakuinya, Suhail bin ‘Amr pun mengakui taktik yang direncakanan Rasulullah SAW.
Pasukan berkuda yang dipimpin Rasulullah SAW pun maju kedepan, namun ketika datangnya utusan dari kaum musyrik makkah, beliau memerintahkan pasukan berkuda untuk mundur kebelakang. Setelah itu, umat Islam pun memasuki kota Madinah, sedangkan pasukan berkuda berada dipintu kota itu untuk berjaga-jaga terhadap beberapa kemungkinan yang akan terjadi. Tidak ketinggalan bersama Rasulullah SAW seorang sahabat yang mampu mendendangkan syair-syair, sehingga membuat orang yang mendengarnya akan terpengaruh. Sahabat itu bernama Abdullah bin Rawahah. Nah, ketika memasuki kota Makkah, ia pun tidak lupa dengan melantunkan sebuah syair.
Betapa lengangnya jalan-jalan ini dari kaum musyrik Makkah
Sungguh kelengagnan inilah yang akan membawakan barakah
Wahai Tuhan, sungguh aku beriman dengan segala macam yang terjadi
Dan aku telah melihat kebenaran, dan akau menerimanya dengan senang hati
Setelah ia mendendangkan syair tersebut, Umar bin Khattab bertanya pada Abdullah,” Wahai Abdullah bin Rawahah, nikmatilah apa yang saat ini engkau rasakan; mengenakan pakaian ihram dan dapat memasuki kota Makkah, setelah tujuh tahun lamanya.” Rasulullah SAW berkata pada Umar,” Wahai Umar, biarkanlah ibnu Rawahah, demi Allah kalimat yang baru saja dilantunkan olehnya akan membuat suku Quraisy tertancap anak panah.”
Wahai saudfaraku, pergunakanlah kesenian dan budaya dengan cara yang dibenarkan, karena dengan seperti itu, Islam akan bangkit dan dapat dikenal oleh seluruh umat. Seni dan budaya adalah sesuatu yang sangat penting untuk menyebarkan agama Islam. mengepa? Karena dengannya mungkin orang yang tidak mengenal dan memahami Islam akan semakin tersentuh dan dapat mengenal agama Islam.
Lihatlah, betapa Rasulullah SAW sangat memahami arti penting dari sebuah seni dan budaya, tanpanya Islam akan sulit untuk bangkit dan diterima oleh kalangan seniman maupun budayawan. Namun semua itu dengan catatan, tidak bertentangan dengan ajaran Islam, seperti sekarang banyak terjadi. Dengan mengatasnamakan kesenian, banyak kalangan yang memperbolehkan orang lain membuka aurat. Dengan kesenian, banyak kalangan yang sudah kebablasan dan tidak lagi mengindahkan norma dan akhlak. Sungguh hal itu hanya akan membuat kerusakan dan kerugian.
Untuk itu, wahai saudaraku, jadikan kesenian dan budaya sebagai salah satu sarana mengenalkan agama Islam, asalkan dengan syair yang dibenarkan, bukan masalah percintaan maupun sesuatu yang melenakan orang banyak.
Rasulullah SAW dan umat Islam memasuki kota Makkah, bersamaan dengan itu, kaum musyrik bergegas untuk keluar Makkah dan langsung menuju sebuah gunung selama 3 hari, sesuai dengan kesepakatan dan perjanjian Hudaibiyyah. Ketika rombongan Rasulullah SAW memasuki kota Makkah, para wanita, pemuda dan anak kecil yang belum pernah melihat beliau, berhamburan keluar rumah menuju jalan yang akan dilalui olehnya hanya ini melihat Rasulullah SAW dari dekat. Dimana mereka hanya mengetahui dari suku kafir Quraisy tentang Rasulullah SAW dan umat Islam.
Bagi yang tidak dapat kebagian ditepi jalan, penduduk Makkah berlarian menuju bukit-bukit kecil dan pendek yang akan dilalui Rasulullah SAW. Semua itu dilakukan hanya untuk melihat pemimpin umat Islam yang selama ini sudah menjadi momok dikalangan umat Islam sendiri. Melihat hal itu, Abu Sofyan dan Ukrimah membuat dua barisan untuk menjaga jalanan yang akan dilalui Rasulullah SAW dari para wanita, pemuda dan anak-anak yang hendak melihat beliau. Tentu saja apa yang dilakukan kedua pemuka Quriasy saat itu merupakan sikap persahabatan.
Para wanita, pemuda dan akan kecil yang terhalang barisan Abu Sofyan dan Ukrimah segera menghindar. Tidak hanya itu, kedua pengikut pembesar suku Quraisy ini mengatakan, bahwa mereka telah dibantu oleh umat Islam saat penyakit kulit menyerang. Padahal saat itu mereka tidak memiliki kekuatan untuk melakukan apapun. Jangankan untuk berjalan, berdiri saja mereka tidak mampu. Nah, kejadian itu terdengar oleh Rasulullah SAW, selain juga berita itu tersebar diseluruh jazirah Arabia.
Apa yang dilakukan oleh Abu Sofyan dan Ukrimah menyebabkan Rasulullah SAW berdoa,”Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kasih sayang-Nya pada pasukan yang telah menunjukkan kekuatannya (dua pasukan Abu Sofyan dan Ukrimah).” Beliau melanjutkan perkataannya,” Wahai sahabatku, segeralah kalian membuat jalan dengan melebarkan pasukan ke arah kanan, agar seluruh umat Islam dapat bergerak. Lakukan itu sepanjang 3 meter, sehingga akan membuka jalan kecil dan umat Islampun dapat memasuki kota Makkah dengan teratur.” Apa yang dilakukan Rasulullah sangat diluar dugaan. Oleh karena itu, suku Quraisy yang melihat kejadian itu terkejut, betapa Rasulullah SAW memperlihatkan sebuah ajaran kepada mereka, dimana beliau membuat aturan yang sangat baik dan mampu membuat umat Islam teratur.
v Perpolitikan Rasulullah SAW Dengan disertai Ibadah
Ketahuilah, wahai saudaraku, Rasulullah SAW ada seorang pemimpin negera, sehingga tidak mungkin beliau melepaskan diri dari perpolitikan. Namun, beliau tetap menjunjung tinggi hak dan kewajiban yang harus beliau berikan pada orang lain. dengan mengargai, tidak mencela dan menghina lawan politiknya. Hal itu terlihat, ketika Rasulullah SAW dan para pengikutnya telah menaklukkan kota Makkah. Penaklukan itu terjadi setelah dua tahun dari waktu hijrah pertama yang dilakukan oleh umat Islam.
Saat itu, Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam untuk melakukan umrah. Dan beliau melakukan hal yang sama saat umrah pertama kali. Yaitu, membentangkan pasukannya ke sayap kanan untuk dapat melakukan ibadah dengan teratur dan khusu’. Oleh karena itu, Umar bin Khattab bertanya pada Rasulullah SAW,” Wahai Rasulullah, bukankah kita telah menaklukkan kota Makkah, lalu mengapa engkau masih memerintahkan hal yang sama?” Rasulullah SAW menjawab,” Wahai Umar, inilah sunnah ku yang harus kalian ikuti sampai hari kiamat.” Artinya, bahwa kekuatan dan ibadah yang benar tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. mengapa? karena kekuatan tanpa disertai dengan ibadah khusu’ dan istiqamah. Niscaya keberhasilan tidak akan pernah dapat engkau raih. Pun, ibadah terus tanpa menyusun kekuatan, niscaya engkau akan selalu ditindas.
Wahai saudaraku, sudahkah engkau melakukan apa yang di lakukan Rasulullah SAW, berpolitik sebagai suatu unsur untuk menggalang kekuatan, dan beribadah yang tekun sehingga engkau tidak mudah terpengaruh untuk melakukan hal yang tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Nah, semua itu akan menjadi kebutuhan umat Rasulullah SAW sampai pada hari kiamat. Umrah yang dilakukan Rasulullah SAW saat makkah sudah terbebas dari kemusyrikan, merupakan bukti bahwa ibadah umrah adalah sebuah sarana untuk merendahkan diri pada dzat yang maha tinggi. Juga, sebagai sarana unjuk kekuatan dan kemuliaan. Andai saja umat Islam saat ini bergabung seperti yang engkau lihat ketika ibadah Umrah, tanpa melihat adanya perbedaan. Niscaya Islam akan dapat berjaya seperti pada zaman Rasulullah SAW dan khulafau ar rasyidiin.
Rasulullah SAW dan para pengikutnya menunaikan ibadah Umrah, meskipun tumpuk pimpinan yang selama ini dipegang suku Quraisy telah beralih pada umat Islam. Saat itu, Rasulullah SAW bersabda pada kaum muslimin dan suku Quraisy,” Apakah kalian akan menerima jika aku akan mengadakan walimah dan kalian semua aku undang pada jamuan makananku.”
Sungguh, jiwa dan hati yang harus dimiliki oleh umat Islam adalah mencintai kebaikan dan selalu memberikan petunjuk yang baik untuk seluruh umat manusia. Hal itulah yang diperlihatkan Rasulullah SAW dan umat Islam. Beliau tidak membenci suku Quraisy, sebaliknya beliau memberikan petunjuk pada mereka bagaimana mendapatkan ridha Allah SWT. Mencintai mereka dengan mengundang jamuan makan malam sebagai bentuk solidaritas, meskipun sebelumnya suku Quraisy telah menyakiti, menyiksa dan upaya pembunuhan yang dilakukan mereka. subhanallah.
Kembali pada kisah dimana Rasulullah SAW telah memasuki kota Makkah dan suku Quraisy keluar dari Makkah. Untuk memberikan keluasan kaum muslimin dalam beribadah, sebagaimana tertulis dalam perjanjian. Setelah tiga hari suku Quraisy mengirim utusannya yang bernama, Huwaithab bin Abdul al Uzza pada Rasulullah SAW. Iapun segera menghadap beliau, dan berkata,” Wahai Muhammad, waktu tiga hari yang telah kami janjikan telah habis, maka keluarlah engkau dengan pengikutmu dari tanah kami.” Karena ucapan inilah, Sa’ad bin Ubadah yang sedari tadi berada disamping Rasulullah SAW pun angkat bicara,” Wahai Huwaithab, ini bukanlah tanahmu juga bukan tanah nenek moyangmu, ketahuilah, ini adalah tanah Rasulullah SAW. Sungguh, beliau tidak akan keluar dari kota ini kecuali dengan diterima dengan baik dan dihormati.” Mendengar ucapan Sa’ad, Rasulullah SAW tersenyum dan berkata,” Wahai Sa’ad, janganlah engkau menyakiti orang yang datang ke rumah kita.”
Setelah berkata demikian, Rasulullah SAW memalingkan pandangannya ke arah Huwaithab dan berkata,” Wahai Huwaithab, jika itu yang kalian inginkan, aku berjanji pada kalian akan keluar dari Makkah setelah lewat 3 hari dan 3 malam.” Saat itu, waktu yang telah ditulis dalam perjanjian Hudaibiyah adalah tiga hari dan tiga malam. Namun, belum genap 3 malam, Huwaithab sebagai utusan suku Quraisy sudah mendatangi Rasulullah SAW.
Huwaithab pun berpaling dan meninggalkan Rasulullah SAW. Janji adalah sesuatu yang wajib ditepati dan dilaksakanan apapun yang terjadi, untuk itu, Rasulullah SAW segera mengumpulkan pengikutnya dan berkata,” Wahai kaum muslimin, jangan ada satupun dari kalian yang tersisa dikota Makkah setelah matahari terbenam.” Mataharipun hampir terbenam, umat Islam yang sudah mendengar perintah Rasulullah SAW pun segera keluar dari kota Makkah. 1000 orang umat Islam mendengarkan perintah beliau dan menepati janjinya, sehingga tidak ada satupun diantara mereka yang masih tersisa di kota Makkah, setelah matahari terbenam. Allahuakbar, sudahkah engkau menepati janji dan selalu tunduk pada perintah rasulmu, wahai saudaraku?
v Islamnya Khalid bin Walid dan Amr bin ‘Ash
Ketahuilah, wahai saudaraku, ketika Rasulullah SAW dan para pengikutnya keluar dari kota Makkah hendak menuju Madinah, banyak diantara pengkut beliau yang mencari keluarganya. Salah satunya adalah Walid bin Walid, ia adalah saudara kandung Khalid bin Walid yang memeluk Islam lebih dahulu sebelum kakaknya. Saat itu, Rasulullah SAW memerintahkan Walid untuk memberikan surat pada Khalid, dimana isi surat itu merupakan keingian kaum muslim, agar ia memeluk agama Islam. Adapun isi surat itu,” Wahai Khalid, mengapa engkau telat untuk bergabung bersama kami, apakah mungkin orang seperti engkau tidak memahami agama Islam, karena engkau adalah orang yang sangat pandai dan mampu membaca situasi.”
Allahuakbar, walau Khalid bin Walid adalah orang yang banyak membunuh umat Islam, namun Rasulullah SAW selalu membuka tangannya untuk siapa saja yang hendak memeluk agama Islam. tidak hanya itu, beliaupun akan memafkannya. Seperti halnya beliau melakukan itu terhadap Wahsyi yang telah membunuh pamannya. Yaitu, Hamzah. Sungguh toleransi dan saling memaafkan adalah salah satu ajaran Islam yang harus dijunjung tinggi, dimana sikap toleransi merupakan barang sangat mahal dikalangan umat Islam itu sendiri.
Pesan terhadap Khalidpun dilanjutkan oleh Walid,” Wahai Khalid, aku tidak heran mengapa engkau tidak segera memeluk agama Islam, meskipun engkau memiliki kepandapan dan mampu membaca situasi. Namun, Rasulullah SAW telah bertanya padaku,” Dimanakah Khalid? Mengapa ia tidak segera bergabung dengan kita? Demi Allah, andai saja ia bergabung, ia akan diberi tugas dan kedudukan yang pantas untuknya.”
Mengapa Rasulullah SAW sudah menjanjikan tugas yang berat pada Khalid? Karena beliau sudah mengenalnya dan memahami dengan baik kemampuan, kekuatan dan keberanian yang dimiliki Khalid. Dan kemudian hari ia adalah salah satu orang yang menyebarkan agama Islam diseluruh pelosok negeri. Pesanpun diterima oleh Khalid seraya berkata,” Sungguh hatiku terhenyut ketika Rasulullah SAW menanyakan perihal diriku.”
Wahai saudakku, tahukah engkau bagaimana cara untuk mengeluarkan kebaikan dalam jiwa seseorang? jika belum, perhatikanlah apa yang dilakukan Rasulullah SAW. Beliau melakukan hal itu pada Khalid bin Walid, ia adalah orang yang sangat keras jiwanya, pemberani dan tidak pernah takut dalam menghadapi peperangan. Nah, jika tidak mampu mengenalkan agama Islam padanya dengan cara berda’wah secara lisan. Maka pergunakanlah cara lain untuk melakukannya. Mengapa? Karena sesungguhnya pada jiwa seseorang ada suatu kebaikan yang terpendam. Meskipun ornag itu suka marah, menyakiti dan perilaku buruk lainnya. sungguh manusia itu adalah ciptaan Allah, dan ia sudah berikrar untuk selalu menyembah-Nya. Oleh karena itu, nuraninya yang paling dalam akan menerima agama dan ajaran Islam, siapapun orang dan agamanya.
Ketika Khalid selesai menerima pesan, dimalam harinya, ia termenung dan akhirnya ia tertidur. Sungguh, jika Allah SWT hendak memberi hidayah pada hamba-Nya, dengan cara apapun pasti akan Dia lakukan. Tidak akan ada satu makhlukpun yang mampu membendung dan mencegah atas hidayah yang akan diberikan-Nya. Nah, hal itulah yang dilakukan-Nya pada Khalid. Setelah ia tertidur, Allah SWT meniupkan buaian mimpi pada Khalid, didalam mimpi itu ia berada disuatu negeri yang sempit dan tandus, lalu iakeluar dari negeri itu menuju negeri yang lain dan luas (Islam). atas mimpi ini ia berkata,” Sunggu apa yang aku lihat didalam mimpi itu menunjukkan bahwa aku harus berhadapan pada Rasulullah SAW, dengan nya aku akan mendapatkan pertolongan. Meskipun aku tahu itu adalah hal yang sulit untuk aku lakukan.”
Namun, walau dengan perasaan berat meninggalkan Makkah, Khalid pun menuju Madinah untuk menghadap langsung pada Rasulullah SAW. Setibanya di Madinah, ia menceritakan seluruh kejadian yang menimpa dirinya sampai mimpi yang dialami. Wahai saudaraku, marilah kita selalu menjawab apapun perintah yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya, seperti yang dilakukan Khalid bin Walid. Ia merasakan manis dan kebenaran agama Islam hanya dengan hitungan detik, hingga ia memutuskan untuk datang ke Madinah dan menceritakan mimpinya.
Sebelum Khalid berangkat ke kota Madinah, diperjalanan ia bertemu dengan sahabat dekatnya yang bernama Shafwan bin Umaiyah. Karena keimanan dan hidayah dari Allah SWT yang mulai menyelimuti hatinya, ia mengajak Shafwan seraya berkata,” Wahai Shafwan, apakah engkau akan ikut bersamaku menghadap Rasulullah SAW (utusan Allah) di Madinah?” Mendengar hal itu Shafwan heran dan kaget hingga bertanya,” Wahai Khalid, Rasul Siapa yang akan engkau datangi?!” Khalid menjawab dengan tegas dan berani,” Aku hendak mendatangi Rasul (utusan) Allah.” Shafwan pun menolak untuk hijrah bersama Khalid ke Madinah dengan alasan, bahwa ia telah mengalami kerugian besar setelah perjanjian Hudaibiyah dan kerugian itu belum kembali padanya. Oleh karena itu, Shafwan menolak ikut dengan Khalid.
Khalid tidak putus asa, ia segera menemui Ukrimah bin Abu Jahal dan mengajaknya ikut serta untuk bertemu Rasulullah SAW. Namun, Ukrimah menolak dengan alasan umat Islam telah membunuh ayahnya, Abu Jahal ketika perang Badar. Dan kebencian itu masih terus melekat pada hati Ukrimah. Dua temannya menolak ikut serta, tadinya Khalid memutuskan untuk berangkat ke kota Madinah seorang diri. Akan tetapi sebelum melakukan itu, Khalid menyempatkan waktunya untuk mampir dan bertemu dengan Utsman bin Thalhah. Ia adalah orang yang memegang kunci pintu Ka’bah.
Setibanya ditempat Utsman bin Thalhah, aku menceritakan keinginan ku untuk hijrah ke Madinah dan bertemu dengan Rasulullah SAW. Utsman bin Thalhah adalah saudara dari empat saudaranya yang terbunuh pada peperangan Uhud. Dimana mereka adalah orang yang membawa bendera kebesaran suku Quriasy. Namun, kejadian itu tidak diceritakan Khalid pada Utsman dengan tujuan agar ia mau ikut serta dengannya. Khalid menceritakan keinginannya dan hendak menanyakan banyak hal pada Rasulullah SAW yang selama ini selalu dilindungi dan dijaga Allah SWT. Ternyata keinginan dan apa yang dibenak Khalid pun sama dengan Utsman bin Thalhah. Dan keduanyapun sepakat untuk berangkat menuju kota Madinah.
Keduanya keluar kota Makkah menuju Madinah, baru saja sampai ditengah perjalanan, Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah secara tiba-tiba bertemu dengan Amr bin ‘Ash. Mau kemana ‘Amr bin ‘Ash saat itu? Perlu diketahui, setelah perjanjian Hudaibiyah, ia berkata,” Suku Quraisy sudah berakhir, aku akan meninggalkan negera ini, karena aku yakin Muhammad pasti akan memasuki kota Makkah kemudian hari.” Akhirnya ia pun memutuskan pergi ke kota Najasyi, karena raja Najasyi adalah kawan lamanya.
Umar bin ‘Ash meninggalkan kota Makkah dan menuju Najasyi. Setibanya, raja Najasyi berkata,” Selamat datang, wahai sahabat karibku di negeri ini.” Dua sahabat yang sudah lama tidak bertemu saling berpelukan, dan Amr memutuskan untuk menetap di negeri itu. Namun, suatu hari, datang seorang utusan yang membawa surat dari Rasulullah SAW yang bernama ‘Amr bin Umaiyah. Melihat hal itu, terang saja ‘Amr bin ‘Ash sangat marah dan berkata pada sahabatnya,” Wahai raja, izinkanlah aku terhadap lelaki ini, sungguh ia adalah utusan dari seorang lelaki (Rasulullah) yang sudah menjadi musuh bebuyutanku. Wahai raja, izinkan aku untuk memukul dan menebas lehernya hingga mati.”
Ketahuilah, wahai saudaraku, sebelum Rasulullah SAW hijrah ke kota Madinah, beliau memerintahkan 100 orang sahabatnya untuk hijrah ke negeri Habasyah, diantara mereka adalah Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqoyyah binti Rasulullah SAW. Ja’far bin Abi Thalib, Abdur Rahmaan bin Auf, Ummu Habibah binti Abu Sofyan, dan sahabatlainnya.
Hijrah itu diketahui oleh suku Quraisy, sehingga ia mengutus Amr bin Ash untuk menghadap pada Raja Najasyi dan meminta para pengikut Rasulullah SAW dikembalikan pada suku Quraisy. Singkat cerita, Raja tidak mengabulkan permintaan Amr bin Ash dan ia pun kembali ke Makkah. Nah, ketika Amr bin Ash kembali ke Makakah, raja Najasy dan keturunannya pun memeluk agama Islam. Dan itu tidak diketahui oleh Amr bin ‘Ash.
Oleh karena itu, ketika Amr bin Ash marah dan hendak membunuh utusan Rasulullah SAW pada Raja Najasyi, Amr bin Umaiyah. Raja Najasyi pun marah terhadap Amr seraya berkata,” Wahai ‘Amr, apakah engkau hendak membunuh utusan Rasulullah SAW nabi akhir zaman dan tidak akan ada nabi lagi setelahnya.” Alangkan kagetnya ‘Amr mendengar sahabat karibnya berkta demikian dan ternyata sudah memeluk agama Islam, dan agama itu adalah agama yang selama ini menjadi musuhnya.
Ditengah kekagetannya ‘Amr bertanya penuh keheranan,” Wahai Raja, apakah benar ia (Muhammad) adalah Rasulullah?” Raja Najasyi menjawab,” Benar, wahai ‘Amr, demi Allah aku sudah memeluk agamanya.” Aneh dan itulah kehidupan dunia, dimana hanya ada satu dzat yang menguasai dan mengaturnya. Yaitu, Allah SWT.
Sungguh, Amr bin Ash pergi dari kota Makkah, karena ia melihat suku Quraisy sudah tidak memiliki taring lagi dalam menentang ajaran Rasulullah SAW, hingga ia memutuskan untuk hijrah ke neger Habsyah yang dipimpin oleh Raja Najasyi. Namun tidak disangka, hijrahnya menuju negeri itu, bukan sesuatu yang ada dalam benaknya selama ini. Mengapa? ternyata ia malah memasuki negeri yang rajanya sudah memeluk agama Islam. Allahuakbar, itulah hidayah, ia akan diberikan Allah kepada siapapun yang dikehendaki-Nya, dengan cara yang tidak diduga sama sekali.
Raja Najasyi melanjutkan perkataannya,” Wahai Amr, taatilah apa yang aku bicarakan, segeralah engkau untuk memeluk agamanya.” Tidak hanya sampai disitu Raja Najasyi menguatkan hati sahabatnya untuk memeluk agama Islam, ia berkata,” Wahai Amr, apakah engkau mau mengucapkan janji setia untuk memeluk agama Islam?” Nah, karena keinginan Amr bin Ash untuk dibaiat langsung oleh Rasulullah SAW, ia pun memutuskan untuk meninggalkan negeri Habsyah dan Raja Najasyi. Dipertengahan jalan menuju Madinah itulah, Amr bertemu dengan Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah.
Pertemuan yang sudah dikehendaki Allah SWT pun terjadi, ditengah perjalan menuju kota Madinah dalam rangka ingin memeluk agama Islam ketiganya bertemu untuk mengetahui jalan menuju keridhaan Allah SWT. Perjalanan dilanjutkan, setibanya di kota Madinah dan keinginan mereka untuk memeluk agama Islam, ketiganya segera menghadap Rasulullah SAW. Kedatangan mereka ke Madinah dan tujuan mulianya untuk memeluk agama ISlam disambut baik oleh umat Islam saat itu.
Rasulullah SAW bersabda,” Sungguh kota Makkah bercahaya karena kedatangan kalian, dan ia (Makkah) berniat memberikannya.” Khalid memasuki tempat kediaman Rasulullah SAW, beliau menyapanya dengan senyuman seraya bersabda,” Kesini dan duduklah disampingku, wahai Khalid.” Tidak menunggu lama, Khalid berkata,” Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah, dan engkau (Muhammad) adalah benar utusan-Nya.” Untuk menjawab kesaksian Khalid, beliu berdoa,” Wahai Tuhanku, ampunilah apa yang pernah dilakukan Khalid sebelumnya.”
Disaat yang bersamaan, Amr bin Ashpun masuk dan berkata,” Wahai Rasulullah, bentangkanlah tanganmu untuk membaiatku.” Atas permintaan Amr, beliau membentangkan tangannya dan memegang tangan Amr, lalu berkata,” Wahai Amr, apa yang engkau inginkan?” Amr menjawab,” Wahai Rasulullah, aku punya satu syarat.” Beliau menjawab,” Apakah itu, wahai Amr?” Amr menjawab,” Wahai Rasulullah, ampunilah dosaku yang pernah aku perbuat sebelum ini.” Rasulullah SAW menjawab,” Perlu engkau ketahui, wahai Amr, sungguh Islam adalah agama yang akan menghapus perbuatan yang pernah dilakukan sebelumnya.” Apa maksud dari sabda beliau? Yaitu, seberapa banyakpun dosa yang engkau lakukan, niscaya Allah SWT akan mengampuninya, jika engkau bertaubat dan tidak akan mengulanginya lagi. Subhanallah.
v Utusan Rasulullah SAW untuk Raja-raja di Dunia
Ketahuilah, wahai saudaraku, setelah beliau menunaikan ibadah umrah dan kembali ke Makkah. Lalu di ikuti dengan masuknya Khalid bin Walid dan Amr bin Ash memeluk agama Islam, beliau melakukan terobosan baru untuk mengajak penghuni semesta alam memeluk agama Islam. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW? Beliau mengirim surat pada raja-raja diseluruh dunia. Adapun salah satu isi surat beliau adalah,” Dari Muhammad, Rasulullah SAW pada raja agung Romawi, Heraklius. Wahai Heraklius, aku mengajakmu untuk memeluk agama Islam, niscaya kami akan menerimamu jika engkau menerima kami.” Juga, beliau mengirim surat pada raja lainnya, seperti Muqawqis, raja negeri Mesir, dan Kisra raja negeri Persia. Isi surat yang dikirim mereka pun sama dengan surat yang dikirim ke negeri Rumawi dibawah pimpinan raja Heraqlius.
Suratpun sampai pada tangan raja Rumawi, Heraqlius. Ia membuka dan membaca surat, setelah membacanya, raja berkata pada bawahannya,” Apakah ada orang yang satu negara dengan lelaki ini (Rasulullah)?” mereka menjawab,” Ada, wahai raja, ada sekelompok suku yang berasal dari negeri yang sama kebetulan melewati negeri ini.” Kelompok suku ini adalah Abu Sofyan, ia kebetulan melewati negeri Rumawi hendak melalukan perniagaan. Dan hal itu berbarengan dengan datangnya surat dari Rasulullah SAW.
Abu Sofyanpun dipanggil menghadap raja, dan rombongan yang ikut dengannya berada di belakang Abu Sofyan. Raja berkata pada rombongan Abu Sofyan,”Jika Abu Sofyan berbohong, angkatlah tangan kalian.” Setelah disetujui, Raja Heraqlisu mulai bertanya satu persatu tentang Rasulullah SAW pada Abu Sofyan,” Wahai Abu Sofyan, darimanakah keturunan lelaki ini (Rasulullah)?” Abu Sofyan menjawab,” Wahai raja, ia satu keturunan dengan kami, suku Quraisy.” Raja bertanya,” Apakah ia pernah berkhianat?” Abu Sofyan menjawab,” Tidak pernah, wahai raja.” Mendengar penuturan ini, raja semakin bersemangat untuk menanyakan lebih jauh tentang Rasulullah SAW.
“ Apakah ia pernah berbohong?” Tanya sang raja. Abu Sofyan dengan kebenaran yang ada menjawab,” Tidak pernah, wahai raja.” Jawaban ketiga inipun semakin membuar raja penasaran, karena pada zaman itu, hampir tidak mungkin ada seorang lelaki yang tidak pernah berhianat dan berbohong. Apalagi jika menyangkut kepribadian dan kehormatan orang tersebut. Untuk itu, raja kembali bertanya,” Wahai Abu Sofyan, apakah pengikutnya terus bertambah atau berkurang?” Abu Sofyan menjawab dengan jujur,” Pengikutnya terus bertambah, wahai raja.”
“ Apakah ada seorang pengikutnya yang keluar dari agamanya karena marah padanya?” Tanya raja Heraqlius. Abu Sofyan menjawab,” Tidak pernah ada seorang pun yang keluar dari agamanya. Karena ia (Rasulullah) tidak pernah membuat para pengikutnya marah.” Semakin penasaran, seakan ingin mengorek seluruh keterangan akan diri Rasulullah SAW, raja bertanya,” Wahai Abu Sofyan, ajaran apa yang ia bawa?” Abu Sofyan menjawab,” Wahai raja, ia membawa memerintahkan pengikutnya untuk selalu jujur, menjaga kerhomatan diri sendiri maupun orang lain, untuk terus bersilatu rahim dan mengerjakan shalat.” Setelah mendengar jawaban ini, Raja Heraqlius berkata,” Wahai Abu Sofyan, jika benar apa yang engkau jawab tadi, maka ia akan mampu menguasai kedua kakiku ini.” Artinya ajaran yang dibawa Rasulullah SAW akan mampu tersebar di seluruh semesta alam. Dan, mampu menundukkan Rumawi.
Pertanyaan sang raja pun usai, Abu Sofyan keluar dari kerajaan dan memandang pada rombongannya seraya berkata,” Sungguh telah sampailah apa yang diperintahkan Ibnu Abi Kabsyah (Rasulullah)” Artinya apa yang menjadi perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW akan tersebar luas. Oleh karena itu, Hiraqlisupun khawatir akan ajaran ini. Abu Sofyan menlanjutkan perkataannya,” Demi Tuhan, itu akan terjadi.”
Tidak hanya pada raja Heraqlius, Rasulullah SAW mengirim surat, beliau juga mengirim pada 14 raja yang ada di seluruh dunia saat itu. Dan mereka membalas surat beliau dengan berkata,” Wahai Rasulullah, sungguh raja-raja tidak pernah mengenal sebuah kitab kecuali kitab yang terakhir. Dan nabi waktu itu bukan nabi akhir zaman.” Rasulullah SAW menjawab,” Baiklah, aku adalah nabi terakhir.”
Ketahuilah, wahai saudaraku, umat Islam bukanlah orang yang keras, disaat berda’wah dan mengajak orang lain untuk memeluk agama Islam maupun mengajak untuk beribadah pada Allah SWT. karena Islam adalah agama yang selalu mengejarkan kelembutan dan kesopanan pada seluruh makhluk-Nya, meskipun bukan beragama Islam. Seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, raja-raja yang mengirim surat pada 14 raja yang ada di seluruh dunia.
Saat itu, 14 raja yang dikirimi surat oleh Rasulullah SAW bukan berasal dari negara arab. Oleh karena itu, mereka membalas surat dengan bahasa masing-masing yang tidak dipahami oleh Rasulullah SAW. Namun, Madinah dibawah pimpinan Rasulullah, sudah banyak penduduknya yang mampu berbahasa selain bahasa arab, sehingga beliau mampu memahami bahasa mereka karena diterjemahkan oleh salah seorang sahabatnya. Pernah suatu hari, beliau berkata pada Zaid bin Tsabit. Ia adalah sekretaris Rasulullah SAW,” Wahai Zaid, pergilah engkau dan pelajarilah bahasa suku Yahudi. Jangan engkau kembali sebelum mampu memahaminya.”
Zaid pun berangkat atas perintah Rasulullah SAW untuk mempelajari bahasa suku Yahudi. Tidak memakan waktu lama, hanya 18 hari, ia sudah kembali ke Madinah dan menghadap Rasulullah SAW. Setibanya, beliau bertanya,” Wahai Zaid, apakah engkau telah mempelajari bahasanya?” Zaid menjawab,” Sudah, wahai Rasulullah.” Beliau kembali bertanya,” Apakah engkau mampu menulis dengan menggunakan bahasa itu.” Zaid menjawab,” Bisa, wahai Rasulullah.”
Allahuakbar, hanya dengan wakt 18 hari, Zaid mampu menguasai bahasa Yahudi. Lalu berapa lamakah engkau mempelajari suatu bahasa,wahai saudaraku? Sungguh apa yang dilakukan Zaid menunjukkan Islam tidak mengenal kalimat ‘malas’ dalam menuntut ilmu. Terlepas dari kepandaian dan kelebihannya dalam hal mengingat, ia mampu menguasai bahasa Yahudi dengan semangat dan belajar keras. Nah, jika engkau ingin menggapai keberhasilan, contolah apa yang dilakukan Zaid dalam menuntut sebuah ilmu.
Sungguh, kebangkitan umat Islam membunuhkan pengembangan diri umatnya. Tidak hanya mampu menguasai ilmu agama, namun mampu juga menguasai bahasa seluruh negeri, agar da’wah terus berlanjut dan tersebar hingga keseluruh pelosok negeri.
14 surat yang di utus pada raja dengan menggunakan bahasa yang berbeda. Selain itu, para utusan ini mampu menggambarkan Rasulullah SAW dengan baik pada setiap raja yang ia hampiri. Namun, berbeda halnya dengan surat yang dikirim pada raja Kisra yang memimpin negeri Persia.
Surat yang dikirim Rasulullah SAW padanya dengan bahasa yang bagus dan mengagungkan raja tersebut, karena Persia adalah negeri besar yang banyak menguasai negara di seluruh dunia. Untuk itu, sebagai salah satu upaya untuk menaklukkan hati sang raja, beliaupun menggunakan bahasa yang halus dan mengagungkan raja itu. Surat pun tiba, sebelum sang raja membaca, suratpun disobek-sobek hingga halus seraya berkata,” Kurang ajar! Ia meletakkan namanya sebelum namaku.” Ya, karena surat itu seperti isi surat lainnya,” Aku adalah Muhammas Rasulullah kepada raja negeri Pesia, Kisra yang agung.”
Apa yang dilakukan raja Kisra diketahui oleh Rasulullah SAW dari utusannya, sehingga beliau berdoa,” Mudah-mudahan Allah menghancurkan kerajaannya.” Raja Kisra menjawab surat yang dikirim Rasulullah SAW, ia menulis sura pada Bazan, ia adalah salah satu gubernurnya di negeri Yaman. Didalam surat itu, Kisra memerintahkan agar Bazan mengirim dua orang perwira tertangguhnya untuk menemui Rasulullah SAW di kawasan Hijaz dan mencari kabar tentang siapa dia sesungguhnya. Kemudian, Bazan mengutus Qahramanah dan seorang temannya untuk menjalankan tugas.
Keduanyapun datang pada Rasulullah SAW dan berkata,” Wahai Muhammad, marilah ikut bersamaku, karena Raja Kisra mencarimu.” Pada hari yang sama, Allah SWT telah mengabulkan doa Rasulullah SAW yang berdoa untuk kehancuran raja Kisra. Yaitu, Raja Kisra terbunuh ditangani anaknya sendiri, Rasulullah SAW yang mengetahui hal itu pun tersenyum dan berkata pada dua orang utusan Bazan,” Sampaikanlah pada tuanmu, bahwa Tuhanku telah menyabut nyawa raja Kisran melalui tangan anaknya.”
Keduanyapun kembali pada Bazan setelah mendapat pesan dari Rasulullah SAW. Setibanya, kedua utusan Bazan menyampaikan pesan dari Rasulullah SAW, saat itu, Bazan kaget luar biasa, karena memang pada saat itu raja Kisra terbunuh oleh anaknya sendiri. Lalu, Bazan berkata,” Demi Allah, saat ini aku sudah melihat kebaikan.” Setelah berkata demikian Bazan mengucapkan dua kalimat syahadah,” Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad Rasulullah.” Mulai saat itu di negeri Yaman terdapa satu umat Islam yaitu Bazan, dan Rasulullah SAW menetapkan dan memberi tugas padanya untuk menjadi pemimpin pasukan di kota Yaman sebelum akhirnya ia meninggal pada hari Haji Wada
v Perang Mu’tah
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Rasulullah SAW mengirim 14 orang utusannya pada 14 raja yang saat itu menguasai dunia. Setelah menyelesaikan tugasnya, seluruh utusan itupun kembali dengan selamat, hanya ada satu utusan yang mendapat masalah besar, ia adalah Harits bin Umair al Azdi. Ia di utus Rasulullah SAW pada negeri Ghasasan, negeri Ghasasan masih berada di jazirah Arabia yang memeluk agama Nasrani. Harits sampai disebuah perbatasan negeri Syam, saat itu kerajaan sangat ramai oleh tentara yang hendak melindungi perbatasan untuk melindungi bangsa Rumawi dari jazirah Arabia. Atau bisa dibilang Ghasasan merupakan sekutunya bangsa Rumawi yang terletak du jazirah Arabia. Jumlah pasukan Ghasasan yang berada diperbatas sebanyak 100 sampai 200 ribu pasukan.
Nah, pada saat itulah Harits bin Umair sampai ke negeri itu. Setibanya, ia memasuki kerajaan yang diterima langsung oleh saudara raja dan bertanya,” Siapakah engkau?” Harits menjawab,” Aku seorang kurir (yang mengirim surat).” Saudara raja ini bertanya,” Lalu, apa yang engkau bawa?” Harits menjawab,” Aku membawa sebuah surat.” Karena perintah Rasulullah SAW, Harits tidak akan memberikan surat itu kecuali pada raja. Saudara raja ini memeriksa dan melihat sekujur tubuh Harits, setelah itu ia berkata,” Bukankah engkau pengikut Muhammad?” Harist menjawab,” Benar, aku adalah pengikut Rasulullah.” Dari mana saudara raja ini mengenal Harits adalah pengikut Rasulullah SAW? Ia mengenal dari kebersihan, ketampanan, dan kepintarannya. \
Jawaban Harist, membuatnya menjadi syahid. Mengetahui yang datang adalah kurirnya Muhammad, saudara raja langsung membawa Harits, mengingat dan memukul lehernya hingga tewas. Berita tentang tewasnya Harits sampai ke telinga Rasulullah SAW pada hari Kamis malam dan saat itu beliau dengan para sahabatnya baru selesai mengerjakan shalat Isya dan mereka sudah meninggalkan Masjid. Namun, mereka segera menghampiri untuk menuju Masjid setelah mendengar seruan Rasulullah SAW,” Ash Shalatu Jaami’ah.” Setelah sahabat beliau berkumpul, Rasulullah SAW berdiri dan berkata pada sahabatnya,” Wahai sahabatku, saudara kalian telah terbunuh, ia adalah kurir ku, Harits bin Umar al Azda. Siapa saja diantara kalian yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka bersiaplah besok setelah melaksanakan shalat subuh kita pergi berperang melawan pasukan negeri Ghasasan.”
Subhanallah, itulah kalimat yang pantas keluar dari lisanmu, wahai saudaraku, betapa tidak, ajakan Rasulullah SAW disambut dengan sangat cepat dan tegas, padahal saat itu beliau baru selesai bersabda, namun tanpa pikir panjang para sahabat setia beliau. Mengapa? karena Rasulullah SAW tidak pernah menerima yang namanya pengkhianatan dan kecurangan. Juga, mengapa beliau menyerukan untuk berperang? karena jika hal itu tidak dilakukannya, niscaya negeri yang ada di jazirah Arabia akan melakukan hal yang sama pada kurir beliau. Sehingga akan hilanglah kewibawaan umat Islam, untuk itu harus cepat bertindak, tidak menungguh waktu satu hari, hanya menuggu para sahabat mempersiapkan seluruh pasukan dan persenjataan. Selain itu, Harits adalah sahabat Rasulullah SAW dan ia adalah rakyat dibawah pimpinannya, dan kehormatan negera harus dijunjung tinggi dalam ajaran Islam. Nah, itulah alasan mengapa Rasulullah SAW bertindak cepat dan para sahabatpun menerimanya dengan jawaban yang tidak kalah cepatnya.
Perhatikan dan pelajarilah apa yang dilakukan Rasulullah SAW, wahai saudaraku, siap saja yang menghina dan mencaci negeri mu, maka engkau harus rela berkorban untuk membelanya. Siapasaja penduduk negeri yang membela negeranya dengan jiwa dan raga itu adalah kebenaran yang sesungguhnya, karena akan sulit suatu negera akan maju jika terus di hinakan.
Dan bagimu yang merasa tidak terhormat, maka engkau akan membiarkan negerimu berada dalam cacian dan hinaan orang lain. Juga, mau di kuasa dan di dikte oleh negara lain. Sikap seperti ini tidak mencerminkan dari kepribadian umat Islam, dimana mereka harus terus menjujung tinggai harkat dan kehormatan negerinya. Rasulullah SAW adalah salah satu bukti, beliau mengangkat harkat dan martabat negaranya, meskipun nyawa sebagai taruhan. Untuk itu, beliau bersabda,” Kita (umat Islam) adalah umat yang paling muliah, dan kami berhak untuk mendapatkan kewibawaan (kehormatan) dari negeri lain.”
Ghasasan adalah negeri yang memiliki kekuatan penuh karena ia bersekutu dengan negeri Rumawi, ia terletak di tengah-tengah negeri Yordan dan Madinah, jaraknya kurang lebih 1000 Km. Dan lamanya perang yang dilakukan Rasululalh SAW lebih dari satu bulan.
Dalam persiapan perang melawan pasukan Ghasasan, Rasulullah SAW membawa 3.000 pasukan yang merupakan sisa dari para sahabat yang telah gugur dimedan perang sebelumnya. Rasulullah SAW bersabda pada para sahabatnya,” Wahai sahabatku, kalian tetaplah berada ditempat masing-masing, aku akan melaksakan shalat Jum’at dan beroda untuk keselamatan kalian.” Rasulullah SAW melaksanakan shalat Jum’at, setelah selesai beliau kembali menemui pasukannya yang sudah siap, lalu bersabda,” Dimanakah Abdullah bin Rawahah?” merasa dipanggil, Abdullah bin Rawahapun mendatangi Rasulullah SAW. setibanya, beliau bertanya,” Dari manasaja engkau, wahai ibnu Rawahah?” Pertanyaan beliau ketika itu disertai dengan kemarahan. Mengapa beliau marah? Rasulullah SAW melanjutkan sabdanya,” Wahai Ibu Rawahah, bukankah aku memerintahkan padamu kita akan berangkat setelah shalat Fajar?” Ibnu Rawahah menjawab,” Wahai Rasulullah, aku ingin mendapatkan kebaikan lebih banyak. Untuk itu, aku ikut serta denganmu dalam melaksanakan shalat Jum’at, dan aku keluar dari pasukan ini.” Memerahlah muka Rasulullah SAW mendengar alasan Abdullah bin Rawahah, dan bersabda,” Tidaklah demikian, wahai Ibnu Rawahah, demi Allah, pergi kemedan perang untuk jihad fii sabilillah adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya. Wahai Ibnu Rawahah, apakah engkau mengetahui apa perbedaanmu saat ini dengan sebelumnya?” Ibnu Rawahah menjawab,” Perbedaannya adalah berangkat perang dipagi hari, wahai Rasulullah.” Rasul menjawab,” Bukan, bukan itu, wahai Ibnu Rawahah, demi Allah perbedaannya sangat jauh sejauh antara timur dan barat.” Artinya, Rasulullah SAW ingin memberi tahukan pada Abdullah bin Rawahah bahwa jangan pernah sedikitpun terlambat demi menegakan agama dan ajaran Islam, wahai Ibnu Rawahah.
Jangan pernah telat maupun terlambat dalam menegakan agama dan ajaran Islam, sudahkah engkau seperti itu wahai saudaraku? ngan pernah telat maupun terlambat dalam menegakan agama dan ajaran Islam, sudahkah engkau seperti itu wahai saudaraku? Berapa kali engkau berda’wah dalam satu hari, berapa kali engkau mengajak kawanmu untuk menyembah dan beribadah pada Allah SWT setiap hari tau mungkin setiap bulannya?
Merahnya raut wajah Rasulullah SAW, diikuti dengan tangisan Abdullah bin Rawahah seraya berkata,: Demi Allah, tidak pernah aku dapat menebus kemarahan Rasulullah SAW sebelum aku gugur dalam keadaan menjadi syuhada.”
Ketahuilah, wahai saudaraku, pada perang kali ini Rasulullah SAW tidak ikut menyertai pasukannya. Bukan kerena usia beliau saat itu sudah lanjut usia, juga bukan karena sakit. Namun, alasan beliau tidak ikut serta dalam rangka memberikan pelajaran pada sahabatnya untuk bertanggung jawab terhadap risalah kenabian yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Terlebih lagi sepeninggal beliau suatu saat nanti. Juga, agar para sahabat tidak selalu bergantung pada Rasulullah SAW, karena risalah Islam bukan hanya ditegaknya semasa Rasulullah SAW hidup saja, lebih dari itu, risalah harus terus ditegakan sampai akhir jaman. Rasulullah SAW bersabda,” Wahai sahabatku, panglima perang aku serahkan pada Zaid bin Harits (Ia awalnya seorang hamba sahaya), jika ia gugur, maka penggantinya adalah Ja’far bin Abu Thalib (ia adalah salah seorang sahabat yang hijrah selama 14 tahun ke negeri Habsyah bersama dengan sahabat lainnya). Dan, jika iapun gugur, maka Abdullah bin Rawahah sebagai penggantinya ( ia adalah orang yang dicari Rasulullah SAW saat pasukan hendak berangkat). Dan jika iapun terbunuh, kalian pilihlah pemimpin sesuai dengan kalian kehendaki.”
Dalam pasukan Rasulullah SAW juga terdapa panglima perang suku Quraisy, yaitu Khalid bin Walid yang baru 3 atau sampai 4 bulan memeluk agama Islam. Lalu, mengapa Rasulullah SAW tidak memerintahkan Khalid sebagai panglima perang, bukankan ia adalah panglima yang sudah tidak diragukan lagi ketangguhannya dimedan perang? Beliau masih memberikan pelajaran bagi Khalid, karena ia baru memeluk agama Islam. Yaitu, biarkan dulu keimanannya menjadi tangguh dan tidak tergoyahkan, dan ia menjadi bawahan didalam pasukan itu, nanti barulah ia akan menjadi pemimpin pasukan.
Pasukanpun berangkat ke medan perang, namun sebelum itu, tiba-tiba seorang lelaki dari kaum Yahudi berkata pada Rasulullah SAW, ia bernama Fanhash. Ia adalah seorang Yahudi yang terpelajar dan memahami betul kitab at Taurat,” Wahai Abu Qasim, kami memiliki kitab Taurat dan didalamnya mengajarkan pada kami, bahwa jika seorang nabi berkata,: Panglima perang adalah si fulan, lalu jika terbunuh, akan digantikan oleh si fulan.” Maka apa yang engkau katakan akan terjadi pada kenyataan. Oleh karena itu, yang akan gugur pertama kali adalah panglima pertama yang engkau sebutkan. Karena seorang nabi tidak pernah berbicara kecuali berdasarkan wahyu. Nah, jika engkaupun menyebutkannya sebanyak 99 orang sahabat, maka semua itupun akan menemui ajalnya, bukankah itu juga seperti yang diajarkan dalam agama kalian, wahai Abu Qasim?” Mendengar penuturan lelaki Yahudi, Rasulullah SAW terdiam.
Setelah berbicara demikian, lelaki ini bergegas menghadap Zaid dan berkata,” Wahai Zaid, segeralah engkau pergi dan berpamitan pada isterimu, dan ciumilah anak-anakmu. Karena engkau tidak akan mungkin melihat mereka setelah hari ini. Sungguh, jika engkau dapat melihat mereka setelah hari ini (setelah perang usai) maka nabimu adalah seorang pendusta. Bukankan baru saja Rasulullah SAW berkata, jika telah terbunuh si fulan.” Zaid berkata,” Demi Allah, aku bersaksi bahwa beliau adalah utusan Allah, aku tidak akan meminta izin, juga tidak akan berwasiat. Karena aku serahkan seluruhnya pada Tuhanku (tawakkal).’ Mendengar jawaban Zaid bin Haritsah, lelaki Yahudi ini terus berusaha menghembuskan keraguan dalam hati Zaid seraya berkata,” oh…mungkin engkau tidak ingin mengucapkan salam pada isterimu, karena engkau memiliki masalah dengannya.”
Tidak henti pada Zaid, lelaki Yahudi ini menghampiri Ja’far bin Abu Thalib dan berkata,” Wahai Ja’far, temuilah orang tuamu dan ciumlah mereka. Juga, berpamitanlah pada isterimu, dan tulislah sebuah wasiat untuk mereka, karena setelah hari ini engkau tidak akan mungkin dapat bertemu lagi dengan mereka.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar